JAKARTA - Harga batu bara global kembali menunjukkan penguatan di awal Oktober 2025, setelah sempat melemah dalam beberapa pekan terakhir.
Rebound ini terjadi seiring laporan penurunan produksi batu bara domestik India, yang memicu potensi peningkatan impor dari negara tersebut. Kenaikan harga tercermin pada perdagangan batu bara Newcastle untuk kontrak Oktober 2025 yang naik sebesar US$ 0,15 menjadi US$ 105 per ton.
Untuk kontrak November 2025, harga meningkat US$ 0,5 menjadi US$ 108, sedangkan kontrak Desember juga terkerek US$ 0,5 menjadi US$ 109,85 per ton.
Pergerakan Harga di Pasar Global
Sementara itu, pergerakan harga di pasar Rotterdam justru menunjukkan arah berlawanan. Harga batu bara kontrak Oktober 2025 di pasar ini terkoreksi US$ 0,25 menjadi US$ 92,05 per ton.
Untuk kontrak November, harga melemah US$ 0,1 menjadi US$ 93,85, dan Desember turun US$ 0,4 menjadi US$ 94,8 per ton. Perbedaan arah pergerakan antara pasar Newcastle dan Rotterdam ini memperlihatkan adanya variasi sentimen regional.
Pasar Asia tampaknya lebih responsif terhadap penurunan produksi di India, sementara pasar Eropa masih cenderung lesu akibat ketersediaan pasokan yang cukup tinggi.
Dampak Penurunan Produksi India
Menurut Research and Development ICDX, Girta Yoga, India kini berpotensi meningkatkan permintaan batu bara impor. Hal ini menyusul laporan bahwa produksi domestik India menurun sebesar 3,9% pada September 2025, di tengah upaya pemerintahnya untuk memperkuat pasokan energi nasional.
“India kemungkinan akan menambah impor batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, setelah penurunan produksi yang terjadi bulan lalu,” ujar Yoga. Ia menilai bahwa pergerakan ini bisa menjadi salah satu pendorong utama kenaikan harga batu bara global dalam jangka pendek.
Respons China dan Dinamika Pasar Asia
Meski India berpotensi meningkatkan impor, China masih mempertahankan kebijakan stabilisasi sektor energi. Menurut Yoga, pemerintah China saat ini menahan diri untuk tidak memangkas kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara secara signifikan
Langkah tersebut diambil guna menjaga ketahanan energi di tengah meningkatnya konsumsi listrik domestik.
“Beijing tampaknya masih menahan langkah pengurangan kapasitas pembangkit batu bara agar dapat mempertahankan cadangan energi yang cukup,” tambahnya. Kondisi ini membuat permintaan dari China cenderung stabil dan tidak memberikan tekanan tambahan pada pasar global.
Tren Harga dan Prospek ke Depan
Selama sepekan terakhir, harga batu bara secara keseluruhan masih mencatat tren bearish. Yoga mencatat bahwa harga turun sekitar 1,78% dalam sepekan, sementara secara year-to-date (ytd), penurunan mencapai 15,85%.
Data dari Trading Economics juga menunjukkan bahwa dalam satu bulan terakhir, harga batu bara telah turun 3,36%, dan secara tahunan, penurunan mencapai 26,47% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Secara historis, harga batu bara pernah menyentuh rekor tertinggi US$ 457,80 per ton pada September 2022. Namun sejak saat itu, harga terus mengalami koreksi akibat peningkatan pasokan global dan penurunan permintaan dari beberapa negara konsumen besar.
Meski begitu, potensi rebound harga di kuartal akhir 2025 tetap terbuka. Permintaan baru dari India serta stabilnya kebutuhan energi di China bisa menjadi katalis yang menjaga pasar batu bara tetap bergairah, meski dalam kisaran terbatas.
Harapan Pemulihan Pasar
Para analis memperkirakan bahwa pergerakan harga batu bara dalam waktu dekat akan sangat bergantung pada kebijakan energi negara-negara besar, terutama India dan China. Jika permintaan impor India terus meningkat, pasar bisa kembali menemukan momentum penguatannya.
Namun demikian, kondisi pasokan global yang masih melimpah dapat menjadi faktor penahan. Beberapa produsen utama seperti Australia dan Indonesia masih mencatat volume ekspor yang tinggi, sehingga potensi kenaikan harga masih akan terbatas.
Secara keseluruhan, pasar batu bara saat ini memasuki fase penyesuaian. Kenaikan harga yang terjadi pada awal Oktober ini menunjukkan adanya ruang pemulihan, meski belum cukup kuat untuk membalikkan tren penurunan jangka panjang yang telah berlangsung sepanjang 2025.