Pasar Modal

Pasar Modal RI Tangguh Hadapi Tekanan Global, Pandu Sjahrir: Perang Dagang Bisa Jadi Berkah Terselubung

Pasar Modal RI Tangguh Hadapi Tekanan Global, Pandu Sjahrir: Perang Dagang Bisa Jadi Berkah Terselubung
Pasar Modal RI Tangguh Hadapi Tekanan Global, Pandu Sjahrir: Perang Dagang Bisa Jadi Berkah Terselubung

Jakarta — Ketegangan geopolitik dan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas usai Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif balasan sebesar 32% terhadap sejumlah produk impor asal Indonesia. Namun, kondisi ini justru dianggap sebagai peluang bagi Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional dan mempercepat reformasi investasi, Senin, 14 April 2025.

Chief Information Officer (CIO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara), Pandu Sjahrir, menilai bahwa situasi ini, meskipun menimbulkan ketidakpastian global, tidak memberikan dampak signifikan negatif terhadap pasar modal Indonesia. Bahkan, ia menyebut pasar domestik menunjukkan ketahanan yang cukup kuat.

“Yang terjadi dengan perang tarif ini, in a way, blessing in disguise buat Indonesia,” kata Pandu kepada wartawan saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 14 April 2025.

Menurutnya, ketegangan dagang ini menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk mempercepat deregulasi dan menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif. Ia juga mengapresiasi kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto yang dinilai progresif dan tepat dalam memperkuat perekonomian nasional, terutama pada sektor-sektor strategis seperti ketahanan pangan dan energi.

“Pasar modal kita cukup resisten. Buktinya, setelah pengumuman tarif balasan, indeks kita naik hampir 1% keesokan harinya,” ujarnya.

Investor Global Mulai Lirik Indonesia

Selain menanggapi dampak kebijakan dagang AS, Pandu juga mengungkapkan bahwa Indonesia kini tengah menjadi sorotan positif di mata investor asing. Ketidakpastian global mendorong para investor internasional mencari alternatif dengan risiko lebih rendah dan potensi imbal hasil menarik, dan Indonesia masuk ke dalam radar mereka.

“Malah mereka melihat Indonesia mungkin politiknya bersih, rapi, relatively secara policy juga bagus. Kan kita banyak fokus ke food security dan energy security,” tambah Pandu.

Ia juga menyebutkan telah berdiskusi langsung dengan sejumlah investor besar dari pasar publik maupun privat. Menurutnya, stabilitas politik dan arah kebijakan ekonomi Indonesia menjadi daya tarik utama bagi investor Amerika Serikat dan negara-negara lain.

OJK Pastikan Stabilitas Keuangan Nasional Tetap Terjaga

Di tengah tekanan ekonomi global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap optimis dengan stabilitas sektor jasa keuangan dalam negeri. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa sektor ini masih memiliki fundamental yang kuat, meskipun ekonomi global tengah diliputi ketidakpastian.

“Fundamental kita cukup kuat untuk menghadapi tekanan global. Stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia masih dalam kondisi yang terjaga,” ujar Mahendra dalam konferensi pers virtual Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Jumat, 11 April 2025.

Mahendra menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mengalami perlambatan. Pada kuartal IV-2024, ekonomi AS hanya tumbuh 2,4%, dan Bank Sentral AS memprediksi kontraksi akan terjadi di kuartal I-2025. Tingkat pengangguran di Negeri Paman Sam juga naik menjadi 4,2%.

Sementara itu, Eropa dan Tiongkok justru mencatatkan pertumbuhan yang lebih baik dari ekspektasi. Pemerintah Tiongkok dikabarkan mendorong konsumsi domestik dengan berbagai stimulus, yang mulai terlihat dari meningkatnya penjualan ritel dan kendaraan bermotor.

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) turut merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Diperkirakan, pertumbuhan global hanya akan mencapai 3,1% pada 2025 dan turun lagi menjadi 3% pada 2026. Untuk Indonesia sendiri, proyeksi pertumbuhan ekonomi juga disesuaikan menjadi 4,9% tahun ini, lebih rendah dari perkiraan awal.

“Namun penurunan itu masih sejalan dengan perbandingan peer countries ataupun negara-negara berkembang di kawasan dan di luar kawasan kami,” jelas Mahendra.

Inflasi dan Kebijakan The Fed Menjadi Perhatian

Mahendra menambahkan bahwa kebijakan ekonomi AS, termasuk suku bunga acuan yang belum berubah, turut memengaruhi pasar global. The Fed diprediksi hanya akan menurunkan suku bunga sebanyak satu hingga dua kali sepanjang 2025. Di sisi lain, inflasi di Indonesia masih terkendali, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2025 tercatat sebesar 1,03%.

“Ini menunjukkan bahwa meskipun tantangan global tinggi, Indonesia masih mampu menjaga stabilitas makroekonomi,” imbuhnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index