Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungannya terhadap langkah strategis Pemerintah Indonesia dalam merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kebijakan ini dinilai dapat berdampak signifikan pada perekonomian nasional, khususnya sektor jasa keuangan, Senin, 14 April 2025.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengungkapkan bahwa pihaknya telah dan akan terus bersinergi dengan kementerian serta lembaga terkait untuk menyusun kebijakan yang mampu memitigasi risiko dari dinamika global tersebut.
Langkah Konkret Hadapi Gejolak Pasar
Sebagai respons terhadap kondisi pasar yang mengalami fluktuasi signifikan, OJK telah menerbitkan kebijakan yang memungkinkan perusahaan terbuka melakukan pembelian kembali saham (buyback) tanpa perlu melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2023.
Buyback saham ini dapat dilakukan dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, yang penetapannya berlaku selama enam bulan terhitung sejak 18 Maret 2025. Tujuannya adalah memberikan fleksibilitas kepada emiten untuk menstabilkan harga saham di tengah volatilitas pasar dan menjaga kepercayaan investor.
Hingga 9 April 2025, terdapat 21 emiten yang telah menyatakan rencana untuk melakukan buyback tanpa RUPS. Total dana yang dialokasikan mencapai Rp14,97 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 15 emiten telah merealisasikan buyback dengan nilai mencapai Rp429,72 miliar.
Penundaan Short Selling dan Monitoring Ketat
Selain kebijakan buyback, OJK juga menunda implementasi kebijakan pembiayaan transaksi short selling oleh perusahaan efek hingga enam bulan ke depan. Keputusan ini diambil sebagai bagian dari upaya proteksi pasar modal terhadap gejolak eksternal.
OJK juga menegaskan komitmennya dalam memantau kondisi pasar secara ketat dan mengambil respons kebijakan yang cepat serta tepat.
Stabilitas Terjaga, Keyakinan Global Menguat
Meski dihadapkan pada ketidakpastian global, OJK memastikan bahwa stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) di Indonesia tetap terjaga. Hal ini turut ditopang oleh solidnya kinerja perekonomian nasional, yang mendapat pengakuan dari lembaga pemeringkat internasional.
Lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service telah menegaskan kembali peringkat kredit Indonesia pada level Baa2 dengan outlook stabil. Sementara itu, Fitch Ratings mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB dengan outlook stabil.
Penilaian positif ini mencerminkan keyakinan global terhadap fundamental ekonomi Indonesia serta efektivitas kebijakan yang diambil oleh otoritas dalam menjaga ketahanan sektor keuangan.
Sinergi dengan Pemerintah dan Industri
OJK menyampaikan bahwa dukungan terhadap kebijakan Pemerintah tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga ditindaklanjuti dengan kerja sama konkret. Sinergi antara OJK, kementerian, dan lembaga terkait terus diperkuat, terutama dalam merumuskan kebijakan strategis yang menyentuh sektor industri yang terdampak langsung oleh kebijakan tarif resiprokal.