Jakarta – Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menjadi negara dengan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terbesar di dunia, menyalip Amerika Serikat yang saat ini masih memegang posisi puncak. Langkah ini ditempuh menyusul arah kebijakan energi Presiden AS Donald Trump yang kembali mengedepankan batu bara ketimbang energi baru terbarukan (EBT), Senin, 14 April 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiyani Dewi, menyatakan Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, mencapai 23,74 gigawatt (GW) yang tersebar di 368 lokasi. Jumlah ini mencakup sekitar 40 persen dari total potensi panas bumi global.
Namun, hingga akhir tahun 2024, kapasitas terpasang PLTP di Indonesia baru mencapai 2,68 GW, menjadikan Indonesia berada di posisi kedua setelah Amerika Serikat, yang sudah memiliki kapasitas terpasang sebesar 3,6 GW atau 25 persen dari potensi globalnya.
"Dalam lima tahun ke depan, insyaallah kita bisa menambah 1,1 GW. Mudah-mudahan Amerika juga tidak banyak menambah kapasitasnya. Dengan begitu, kita bisa menjadi the top of the world," ujar Eniya dalam konferensi pers Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2025, Senin, 14 April 2025.
Target Capai 5,2 GW dalam 10 Tahun ke Depan
Eniya menjelaskan bahwa rencana ambisius tersebut telah dimasukkan dalam peta jalan (roadmap) pengembangan PLTP hingga 2029 yang saat ini tengah difinalisasi oleh pemerintah. Selain itu, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru untuk periode 2025–2034 juga sedang disiapkan.
"RUPTL yang baru itu akan memuat penambahan kapasitas terpasang PLTP sebesar 5,2 GW selama 10 tahun ke depan. Sampai tahun 2029 saja, target kita adalah menambah 1,1 GW, sehingga total bisa melampaui kapasitas AS saat ini, yakni 3,6 GW," jelasnya.
RUPTL 2025–2034 tersebut kini telah memasuki tahap finalisasi. Dokumen penting ini sudah mendapat tanda tangan dari tiga menteri utama, yakni Menteri BUMN, Menteri Keuangan, dan Menteri ESDM. Peluncuran resmi RUPTL tersebut ditargetkan dalam waktu satu bulan ke depan.
Potensi Strategis dan Momentum Global
Keputusan Amerika Serikat untuk kembali memprioritaskan batu bara dinilai Eniya sebagai peluang strategis bagi Indonesia untuk melaju tanpa banyak kompetitor di sektor panas bumi. Ia berharap, dengan arah kebijakan energi AS yang tidak fokus pada pengembangan EBT, Indonesia akan lebih mudah mengejar dan melewati capaian kapasitas PLTP negara tersebut.
"Kalau Amerika nanti tidak terlalu agresif karena kembali ke batu bara, kita punya peluang besar. Mudah-mudahan dengan kondisi itu, kita bisa menyalip di tikungan," tegasnya.
Indonesia memang memiliki modal besar untuk memimpin dalam pengembangan energi panas bumi dunia. Potensi geotermal yang tersebar luas dari Sumatra hingga Maluku menjadikan negeri ini sebagai pusat perhatian pengembang energi ramah lingkungan.
Dukungan Regulasi dan Investasi
Dalam mewujudkan target ambisius tersebut, pemerintah tak hanya menyiapkan dokumen perencanaan seperti RUPTL dan roadmap, tetapi juga berupaya menarik investasi swasta dan asing, termasuk skema kemitraan antara pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta dukungan insentif fiskal bagi investor.
Selain itu, Eniya menegaskan bahwa regulasi akan disederhanakan untuk mempercepat proses perizinan dan eksplorasi, yang selama ini dianggap sebagai hambatan dalam proyek-proyek panas bumi di Indonesia.
"Kami juga sedang memperkuat instrumen pendanaan serta mengembangkan mekanisme risiko eksplorasi. Hal ini penting agar para investor tidak terlalu khawatir dan percepatan pembangunan bisa dilakukan," tambah Eniya.
Menuju Pemimpin Energi Terbarukan Dunia
Dengan langkah-langkah konkret yang sudah disiapkan, serta potensi sumber daya yang sangat besar, Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk merebut posisi sebagai negara dengan kapasitas PLTP terbesar di dunia.
Jika rencana ini berhasil, Indonesia tidak hanya akan unggul dari sisi kapasitas, tetapi juga memperkuat komitmennya dalam transisi energi bersih dan berkelanjutan, sejalan dengan agenda dekarbonisasi global dan mitigasi perubahan iklim.