Jakarta - Kolombia, salah satu negara di Amerika Latin, saat ini tengah menghadapi tantangan besar dalam upayanya untuk mendapatkan kembali kedaulatan nasional yang terancam oleh perjanjian dagang internasional. Presiden Gustavo Petro baru-baru ini menegaskan niatnya untuk merundingkan kembali perjanjian perdagangan yang telah ditandatangani dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris.
Alasannya? Perjanjian ini dianggap sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan negara dan mekanisme penyelesaian sengketa investor-negara (ISDS) yang memperburuk keadaan, Kamis, 2 Januari 2025.
Dalam pernyataannya, Presiden Petro menjelaskan bahwa negara-negara Barat pun telah mulai merundingkan kembali perjanjian serupa untuk melindungi diri mereka dari tuntutan di "pengadilan korporat" yang diatur oleh perjanjian tersebut. "Kolombia dipaksa untuk menempatkan diri kita di mulut serigala," kata Petro, merujuk pada kondisi sulit yang dihadapi Kolombia di bawah tekanan perjanjian tersebut.
Dampak Global dari ISDS
ISDS telah menjadi salah satu bagian kontroversial yang dimasukkan dalam perjanjian perdagangan dan investasi sejak era 1950-an. Tujuannya awalnya adalah untuk melindungi kepentingan Barat di negara berkembang. Namun, seiring berjalannya waktu, pengadilan korporat ini telah menjadi alat bagi perusahaan multinasional untuk menantang berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap mengganggu keuntungan mereka.
Penggunaan ISDS telah menyebar luas, dengan perusahaan menggunakan mekanisme ini untuk menolak kebijakan penting seperti kenaikan upah minimum, pajak tambahan, hingga peraturan perlindungan lingkungan. Presiden Petro berpendapat bahwa "pengadilan korporasi" ini lebih menyerupai tribunal rahasia yang tidak memberikan ruang bagi aspek sosial, hak asasi manusia, atau lingkungan, dan lebih menyasar hukum investasi semata.
Kasus Konkrit di Kolombia
Kolombia telah menjadi salah satu korban dari sistem ini. Dalam sepuluh tahun terakhir, negara ini telah menghadapi 23 kasus berdasarkan ISDS, banyak di antaranya diinisiasi oleh perusahaan pertambangan asing. Salah satunya adalah raksasa pertambangan Glencore, yang menggugat Kolombia setelah Mahkamah Konstitusi negara tersebut menangguhkan ekspansi tambang batu bara Cerrejon yang kontroversial.
Tambang ini tidak hanya telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah tetapi juga mengusir 35 komunitas Pribumi dari tanah leluhur mereka. Mahkamah Konstitusi menilai bahwa ekspansi ini akan merusak ekosistem lokal. Namun, Glencore menilai tindakan itu diskriminatif dan mengajukan tuntutan melalui ISDS, hingga memenangkan kasus pertama dengan kompensasi sebesar $19 juta.
Selain itu, perusahaan tambang Kanada, Eco Oro, meminta ganti rugi sebesar $696 juta setelah Mahkamah Konstitusi melindungi paramos, ekosistem dataran tinggi dengan nilai ekologi yang tak tergantikan. Meskipun seharusnya ada pengecualian untuk kebijakan lingkungan dalam perjanjian ISDS, arbitrase memutuskan bahwa Kolombia tetap wajib membayar ganti rugi.
Gerakan Internasional Menentang ISDS
Kolombia bukan satu-satunya negara yang berusaha keluar dari sistem ini. Negara-negara seperti Kenya, Afrika Selatan, dan Ekuador juga mulai mengambil langkah serupa. Sementara di Inggris, pemerintah telah menarik diri dari Perjanjian Piagam Energi setelah menghadapi gugatan dari perusahaan bahan bakar fosil terkait kebijakan iklim.
Pemerintah Kolombia menargetkan untuk mengolah ulang perjanjian dengan Inggris sebagai langkah awal. Duta Besar Kolombia untuk Inggris menyatakan bahwa perjanjian tersebut "telah menjadi beban bagi Kolombia dan banyak negara lain," menyerukan kepada negara-negara Barat untuk memberikan ruang bagi negara-negara selatan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Membangun Dukungan Global
Kolombia memohon dukungan internasional untuk mendukung upaya renegosiasi ini. Di Inggris, serikat pekerja yang terlibat dalam negosiasi perjanjian perdagangan telah mendukung sikap Kolombia, dengan menyatakan "kita perlu tindakan iklim yang nyata."
Sekarang adalah saat yang tepat bagi warga dunia untuk menyatukan suara dan menentang sistem kuno ini. ISDS mungkin telah dianggap efektif di masa lalu, tetapi dengan ancaman perubahan iklim dan kebutuhan untuk melindungi hak asasi manusia serta lingkungan, saatnya untuk mendorong perubahan yang lebih adil. Kolombia berdiri di garis depan, dan mereka membutuhkan dukungan kita semua untuk menciptakan dunia yang lebih berkeadilan.