IHSG

IHSG Terjun Bebas Usai Libur Lebaran, OJK Sebut Efek Kebijakan Tarif AS: Tidak Bisa Imun

IHSG Terjun Bebas Usai Libur Lebaran, OJK Sebut Efek Kebijakan Tarif AS: Tidak Bisa Imun
IHSG Terjun Bebas Usai Libur Lebaran, OJK Sebut Efek Kebijakan Tarif AS: Tidak Bisa Imun

Jakarta - Pasar saham Indonesia terguncang hebat pasca libur panjang Idulfitri 2025. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penurunan tajam lebih dari 9% pada pembukaan perdagangan Selasa (8/4), memicu aktifnya sistem circuit breaker di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 30 menit, Rabu, 9 April 2025.

Kejatuhan IHSG ini disebut sebagai dampak tertunda (lag effect) dari kebijakan tarif impor terbaru yang diumumkan Amerika Serikat, serta tekanan global yang meningkat selama pasar Indonesia tutup.

“Karena kita lama tutup kemarin ya, sehingga apa yang terjadi sebelum atau pada saat bursa tutup, ini terjadi hari ini. Memang tentu tidak bisa imun dari kondisi itu,” kata Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Jakarta, Rabu (9/4/2025).

IHSG Tergelincir ke Level Terendah dalam Empat Tahun

IHSG sempat anjlok hingga lebih dari 9% pada Selasa pagi, sebelum rebound secara teknikal. Penurunan 502,14 poin atau 7,71% mengantar indeks ke posisi 6.008,47—level terendah sejak Mei 2021. Aksi jual besar-besaran terutama menekan saham-saham big caps seperti BBRI, BBCA, BMRI, dan TLKM.

Hingga akhir sesi, IHSG ditutup melemah 7,9% ke 5.996,14, dengan investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) mencapai Rp3,87 triliun di seluruh pasar.

Memasuki Rabu (9/4), indeks sempat mencatat penguatan di sesi awal hingga naik 80,4 poin (1,34%) ke 6.076. Namun, pergerakan tetap volatil, dan IHSG kembali ditutup melemah tipis 0,33% ke 5.976,43 pada akhir sesi pagi.

Tarif Impor AS Jadi Biang Tekanan Global

Kebijakan tarif impor baru dari Presiden AS Donald Trump terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia, menjadi penyebab utama tekanan global yang ikut menyeret pasar modal Tanah Air. Meskipun kebijakan tersebut belum efektif diberlakukan, sentimen negatif telah menyebar ke berbagai bursa dunia.

“Pasar merespons situasi global yang sedang sangat volatile. Kita ingin pahami juga dampaknya kepada kondisi di bursa kita,” ujar Mahendra.

Pemerintah Indonesia telah merespons cepat dengan membentuk tim lintas kementerian yang bertugas menjalin dialog strategis dengan pemerintahan AS. Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya solusi berbasis kepentingan bersama, bukan sekadar retaliasi.

“Presiden menyampaikan bahwa poinnya bukan hanya soal tarif, tapi juga keseimbangan neraca perdagangan,” tambah Mahendra. Ia menegaskan bahwa meskipun Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan dengan AS, strategi jangka panjang diarahkan pada peningkatan volume dan keseimbangan yang dinamis.

LPS: Koreksi IHSG Justru Jadi Kesempatan Beli

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa melihat kondisi pasar saat ini sebagai bentuk overreaction yang bersifat sementara. Ia menilai justru menjadi momentum akumulasi bagi investor jangka panjang.

“Sekarang good time to buy,” tegas Purbaya dalam Sarasehan Ekonomi. Ia juga menyebut prospek ekonomi Indonesia tetap positif berdasarkan data Leading Economic Index.

OJK Siap Dorong Pendalaman Pasar

Di tengah tekanan, OJK bersama regulator lain seperti BEI, Kementerian Keuangan, dan Kemenko Perekonomian terus menggenjot upaya pendalaman pasar (financial deepening) melalui berbagai inisiatif strategis, termasuk aktivasi investor institusi domestik.

“Pendalaman pasar bukan hanya soal likuiditas, tapi juga menyangkut keberlanjutan investasi dan pembiayaan jangka panjang,” jelas Mahendra.

Salah satu langkah konkret adalah percepatan penambahan instrumen di pasar modal melalui penawaran umum perdana (IPO), sejalan dengan pembentukan Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai lembaga pengelola aset negara.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyebut bahwa kehadiran Danantara membuka peluang luas bagi perusahaan berkualitas untuk melantai di bursa.

“Dengan adanya Danantara, kita lebih mudah mendorong perusahaan untuk masuk ke pasar, memperluas basis investor, dan meningkatkan kedalaman pasar,” terang Inarno.

Koreksi Pasar Harus Dilihat Proporsional

Meski IHSG mengalami tekanan berat, Mahendra menegaskan bahwa koreksi pasar harus dilihat secara proporsional. Selama tidak ada dampak fundamental pada sektor riil, maka persepsi risiko terhadap emiten harus tetap rasional.

“Kita punya posisi yang lebih siap, malah bisa menegosiasikan tarif yang tidak setinggi yang semula direncanakan. Dan kalaupun tidak berhasil, saya tidak melihat itu berdampak langsung kepada industri,” tutup Mahendra.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index