Inflasi Maret 2025

Inflasi Maret 2025 Tembus 1,65 Persen: Dampak Idulfitri dan Kenaikan Harga Pangan Terasa

Inflasi Maret 2025 Tembus 1,65 Persen: Dampak Idulfitri dan Kenaikan Harga Pangan Terasa
Inflasi Maret 2025 Tembus 1,65 Persen: Dampak Idulfitri dan Kenaikan Harga Pangan Terasa

Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2025 mengalami lonjakan inflasi signifikan dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi bulanan tercatat sebesar 1,65 persen (month to month/mtm), sementara secara tahunan atau year on year (yoy) inflasi mencapai 1,03 persen, Rabu, 9 April 2025.

Data ini menandai adanya tekanan harga yang meningkat pada periode menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri, terutama dari sektor pangan dan administrasi harga.

BI Tegaskan Komitmen Pengendalian Inflasi

Menanggapi lonjakan inflasi ini, Bank Indonesia menyatakan akan terus memperkuat koordinasi pengendalian harga bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

“Bank Indonesia akan tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan mempererat sinergi pengendalian inflasi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah,” ujar Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia dalam keterangan resmi yang dirilis Rabu, 9 April 2025.

Bank Indonesia juga menyatakan keyakinannya bahwa inflasi masih akan terkendali di dalam rentang sasaran 2,5 persen plus-minus 1 persen pada tahun 2025.

Inflasi Inti Relatif Stabil, Disumbang Emas dan Permintaan Lebaran

Secara lebih rinci, inflasi inti pada Maret 2025 tercatat 0,24 persen mtm, nyaris tidak berubah dari bulan sebelumnya yang berada di angka 0,25 persen mtm. Inflasi inti ini utamanya disebabkan oleh peningkatan harga global dan peningkatan permintaan domestik menjelang Idulfitri.

“Perkembangan inflasi inti tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan harga beberapa komoditas global dan kenaikan permintaan periode HBKN Idulfitri, di tengah ekspektasi inflasi yang tetap terjaga,” jelas Ramdan.

Secara tahunan, inflasi inti stabil di angka 2,48 persen yoy, sama dengan realisasi bulan sebelumnya. Komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama inflasi inti pada bulan ini.

Pangan Volatil Naik, Cabai dan Bawang Merah Jadi Biang Keladi

Sektor pangan bergejolak atau volatile food juga mencatat kenaikan harga yang cukup mencolok. Inflasi di kelompok ini mencapai 1,96 persen mtm, berbanding terbalik dengan bulan sebelumnya yang mencatat deflasi sebesar 0,93 persen mtm.

Kenaikan harga terutama terjadi pada komoditas bawang merah, cabai rawit, dan daging ayam ras. “Peningkatan harga bawang merah dan cabai rawit dipengaruhi oleh keterbatasan produksi akibat gangguan cuaca. Sementara itu, harga daging ayam naik karena tingginya permintaan selama Idulfitri,” ungkap Ramdan.

Namun secara tahunan, kelompok volatile food justru mencatat inflasi yang lebih rendah, yakni 0,37 persen yoy, turun dari 0,56 persen yoy bulan sebelumnya. Ramdan menambahkan, “Inflasi volatile food diprakirakan tetap terkendali didukung oleh eratnya sinergi antara Bank Indonesia bersama TPIP dan TPID melalui GNPIP di berbagai daerah.”

Tarif Listrik Dorong Inflasi Administered Prices

Kenaikan inflasi juga datang dari kelompok administered prices atau harga yang diatur pemerintah. Kelompok ini mencatat inflasi bulanan sebesar 6,53 persen mtm, setelah sebelumnya mengalami deflasi 2,65 persen mtm pada Februari 2025.

Penyumbang utama inflasi kelompok ini adalah tarif listrik, menyusul berakhirnya kebijakan diskon 50 persen untuk pelanggan rumah tangga dengan daya sampai 2.200 VA. Kenaikan ini sedikit tertahan oleh adanya diskon tiket penerbangan ekonomi domestik selama periode mudik Lebaran.

Meski begitu, secara tahunan, kelompok administered prices masih mencatat deflasi sebesar 3,16 persen yoy, meskipun lebih ringan dibanding bulan sebelumnya yang mencatat deflasi 9,02 persen yoy.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index