Garuda Indonesia

Garuda Indonesia Rugi Rp1,15 Triliun di 2024, Ini Penyebabnya

Garuda Indonesia Rugi Rp1,15 Triliun di 2024, Ini Penyebabnya

JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) masih harus menghadapi tantangan berat di tahun 2024 dengan mencatatkan kerugian bersih sebesar USD69,77 juta atau sekitar Rp1,15 triliun (kurs Rp16.500 per USD). Kerugian ini berbanding terbalik dengan kinerja keuangan perusahaan pada tahun 2023 yang justru membukukan laba sebesar USD250 juta.

Penyebab Kerugian Garuda Indonesia

Kerugian yang dialami Garuda Indonesia sepanjang tahun 2024 disebabkan oleh beberapa faktor utama, salah satunya adalah kenaikan beban usaha yang meningkat hingga 18,32 persen dibanding tahun sebelumnya. Beban ini terutama berasal dari biaya pemeliharaan dan perbaikan pesawat yang mengalami lonjakan signifikan.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan, mengungkapkan bahwa tahun 2024 menjadi periode yang penuh tantangan bagi industri penerbangan global, termasuk bagi maskapai pelat merah ini.

“Kinerja Garuda Indonesia di sepanjang tahun 2024 merefleksikan dinamika industri transportasi udara secara global yang masih menantang,” ujar Wamildan dalam siaran pers, Jumat 28 Maret 2025.

Ia menjelaskan bahwa beberapa armada Garuda Indonesia memasuki jadwal perawatan besar (overhaul), yang mengakibatkan peningkatan biaya operasional secara signifikan. Hal ini turut menekan profitabilitas perusahaan, meskipun ada kenaikan pendapatan yang cukup baik.

Pendapatan Naik, Tapi Masih Tekan Margin Laba

Meskipun mengalami kerugian, pendapatan Garuda Indonesia justru mengalami kenaikan. Sepanjang 2024, perusahaan mencatatkan total pendapatan sebesar USD3,41 miliar atau setara Rp56,58 triliun. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar USD2,93 miliar.

Pertumbuhan pendapatan ini terjadi di seluruh lini bisnis Garuda Indonesia. Pendapatan dari layanan penerbangan berjadwal mengalami peningkatan 15,32 persen menjadi USD2,74 miliar, naik dari USD2,38 miliar pada tahun sebelumnya.

“Pendapatan penerbangan berjadwal ditopang oleh peningkatan pendapatan angkutan penumpang sebesar USD2,57 miliar serta angkutan kargo dan dokumen senilai USD164,70 juta,” jelas Wamildan.

Meski demikian, kenaikan pendapatan ini belum cukup untuk menutup beban operasional yang meningkat, sehingga Garuda Indonesia tetap mencatatkan kerugian.

Strategi Pemulihan Garuda Indonesia

Untuk mengatasi kondisi keuangan yang masih tertekan, Garuda Indonesia telah menyiapkan sejumlah strategi pemulihan. Salah satunya adalah efisiensi operasional, termasuk optimalisasi penggunaan armada, renegosiasi kontrak dengan penyedia layanan, serta diversifikasi sumber pendapatan di luar penerbangan berjadwal.

Selain itu, maskapai ini juga berupaya memperkuat layanan kargo dan charter untuk meningkatkan pendapatan. Kargo menjadi salah satu lini bisnis yang potensial seiring dengan meningkatnya permintaan logistik udara pasca-pandemi.

Wamildan menegaskan bahwa perusahaan akan terus beradaptasi dengan perubahan pasar dan tren industri penerbangan global. Ia optimistis Garuda Indonesia dapat kembali mencetak keuntungan di tahun mendatang melalui berbagai langkah strategis yang telah disiapkan.

“Kami akan terus melakukan berbagai langkah strategis untuk memperbaiki kinerja keuangan dan menjaga kepercayaan pelanggan terhadap layanan kami,” kata Wamildan.

Prospek Industri Penerbangan 2025

Para analis menilai bahwa industri penerbangan di tahun 2025 masih menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama dari fluktuasi harga bahan bakar, nilai tukar mata uang, serta persaingan ketat antar maskapai. Namun, dengan pemulihan ekonomi global dan meningkatnya mobilitas masyarakat, sektor ini diharapkan dapat bangkit kembali.

Garuda Indonesia sendiri menargetkan pertumbuhan positif di tahun 2025 dengan terus meningkatkan efisiensi operasional dan ekspansi layanan. Maskapai ini juga akan memanfaatkan momentum meningkatnya permintaan perjalanan udara baik di rute domestik maupun internasional.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan, diharapkan Garuda Indonesia dapat kembali meraih keuntungan dan memperbaiki kondisi keuangan dalam waktu dekat.

Meski masih mencatatkan kerugian Rp1,15 triliun di tahun 2024, Garuda Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang positif. Faktor utama penyebab kerugian adalah meningkatnya beban operasional, terutama untuk pemeliharaan pesawat. Namun, dengan strategi efisiensi yang diterapkan, maskapai ini optimistis dapat kembali ke jalur profitabilitas pada tahun 2025.

Industri penerbangan yang terus berkembang diharapkan menjadi peluang bagi Garuda Indonesia untuk bangkit dan kembali mencetak keuntungan di masa mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index