Jakarta - Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberlakukan pembatasan operasional angkutan barang selama periode arus mudik dan arus balik Lebaran 2025. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas yang biasanya terjadi pada saat puncak mobilitas masyarakat menjelang dan setelah Hari Raya Idul Fitri. Keputusan ini dituangkan dalam Keputusan Bersama yang ditandatangani oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara, dan Kementerian Pekerjaan Umum pada 6 Maret 2025.
Pembatasan Angkutan Barang Berdurasi 16 Hari
Pembatasan angkutan barang ini mencakup kendaraan dengan kategori mobil barang yang memiliki sumbu tiga atau lebih, mobil barang dengan kereta tempelan, mobil barang dengan kereta gandengan, dan kendaraan pengangkut hasil galian seperti tanah, pasir, batu, hasil tambang, serta bahan bangunan. Pembatasan akan dimulai pada Senin, 24 Maret 2025, pukul 00.00 WIB dan berlangsung hingga Selasa, 8 April 2025, pukul 24.00 WIB, atau selama 16 hari penuh. Pembatasan ini berlaku baik di ruas jalan tol maupun non-tol di sejumlah wilayah di Indonesia, Kamis, 13 Maret 2025.
Beberapa ruas jalan tol yang akan terdampak antara lain adalah jalur tol di Sumatra, seperti Bakauheni - Terbanggi Besar - Pematang Panggang - Kayu Agung, serta jalur tol yang menghubungkan Jakarta dengan Banten, seperti Jakarta - Tangerang - Merak. Selain itu, beberapa ruas tol di Jawa Barat, seperti Jakarta - Bogor - Ciawi, Jakarta - Cikampek, dan tol Cikampek - Palimanan juga akan dibatasi. Begitu pula dengan beberapa jalur tol di Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk ruas-ruas penting yang menghubungkan Surabaya, Gresik, Gempol, Malang, hingga Probolinggo - Banyuwangi.
Pembatasan juga berlaku pada sejumlah ruas jalan non-tol yang melintasi wilayah Sumatra Utara, Jambi, Sumatra Barat, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. Hal ini mencakup sejumlah rute strategis, seperti Medan - Berastagi, Jambi - Padang via Sarolangun, hingga jalur utama di Jawa Tengah seperti Solo-Klaten-Yogyakarta dan Cirebon - Brebes.
Tantangan Bagi Sektor Logistik dan Ekonomi
Keputusan pemerintah untuk membatasi operasional angkutan barang selama 16 hari ini menuai berbagai reaksi, terutama dari sektor logistik yang mengkhawatirkan dampak negatifnya terhadap kelancaran distribusi barang dan perekonomian. Ketua Forum Logistik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Donny Saragih, menyebutkan bahwa pembatasan yang berlaku selama 16 hari bisa berdampak buruk terhadap sektor logistik dan ekonomi secara keseluruhan.
Menurut Donny, meskipun tujuan pembatasan ini untuk mengurangi kepadatan lalu lintas selama arus mudik dan arus balik Lebaran, durasi yang terlalu lama dapat menimbulkan gangguan signifikan bagi operasional angkutan barang. “Pembatasan selama 16 hari bisa terlalu lama dan berdampak signifikan pada sektor logistik serta ekonomi,” kata Donny kepada Bisnis pada Selasa, 11 Maret 2025.
Donny juga menambahkan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan solusi kompromi yang lebih fleksibel, seperti pengecualian bagi sektor-sektor tertentu yang berhubungan dengan barang-barang strategis, misalnya truk pengangkut bahan pangan, obat-obatan, dan barang-barang penting lainnya. Selain itu, opsi pembatasan yang lebih bertahap atau hanya berlaku pada jam-jam tertentu juga bisa dipertimbangkan agar dampaknya tidak terlalu besar.
Usulan Solusi dari MTI dan INSA
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) telah mengusulkan beberapa solusi untuk mengurangi dampak dari pembatasan tersebut. Salah satunya adalah dengan memberikan pengecualian pada kendaraan yang mengangkut bahan pangan dan obat-obatan, serta barang-barang yang dianggap vital bagi perekonomian. Selain itu, MTI juga menyarankan adanya insentif bagi para pelaku usaha di sektor logistik, seperti pengurangan pajak atau subsidi tol, yang bisa membantu meringankan beban mereka selama periode pembatasan.
Selain itu, skema pengaturan lalu lintas yang lebih fleksibel, seperti penerapan sistem ganjil-genap atau pembatasan hanya pada jam-jam tertentu, juga dapat menjadi alternatif yang dapat mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini. “Pemerintah perlu melakukan pembatasan yang lebih terukur, misalnya dengan sistem ganjil-genap atau pembatasan hanya pada jam-jam tertentu,” tambah Donny.
Indonesian National Shipowners' Association (INSA) juga memberikan respons terhadap kebijakan ini. Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto, menyampaikan bahwa pihaknya akan mengantisipasi pembatasan ini dengan mengirimkan barang lebih awal untuk memastikan bahwa kontainer tidak menumpuk di pelabuhan. “Untuk yang ke pelabuhan, seharusnya tidak ada masalah, karena sudah kami antisipasi sejak awal,” ujar Carmelita. Meskipun demikian, Carmelita juga berharap pihak pelabuhan dapat memberikan insentif berupa diskon atau pembebasan biaya penumpukan selama masa pembatasan operasional truk berlangsung.
Pertimbangan Kebijakan Selama Pembatasan
Meskipun pembatasan angkutan barang ini diberlakukan untuk meningkatkan kelancaran arus mudik dan arus balik Lebaran, pelaksanaan kebijakan ini tetap memerlukan pertimbangan matang untuk meminimalisir dampak negatif terhadap sektor logistik. Pihak-pihak terkait berharap agar solusi yang diambil dapat menjaga keseimbangan antara kelancaran mudik dan stabilitas perekonomian, terutama di sektor logistik yang sangat vital bagi distribusi barang di seluruh Indonesia.
Dengan adanya pembatasan ini, pemerintah diharapkan dapat terus berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha logistik, untuk mencari jalan tengah yang dapat meminimalkan gangguan terhadap sektor ekonomi dan perdagangan, serta tetap memastikan kenyamanan dan keselamatan masyarakat selama periode mudik Lebaran.