ESDM

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Dikritik Terkait Gelar Doktor yang Belum Sah

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Dikritik Terkait Gelar Doktor yang Belum Sah
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Dikritik Terkait Gelar Doktor yang Belum Sah

Jakarta - Nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menjadi sorotan setelah gelar doktor yang disandangnya tercatat di situs resmi Kementerian ESDM. Gelar yang tertulis sebagai Dr. Bahlil Lahadalia, S.E., M.Si. memicu kontroversi setelah dikonfirmasi bahwa Bahlil belum lulus ujian akhir doktoral di Universitas Indonesia (UI). Penulisan gelar doktor tersebut tidak sah karena Bahlil belum mendapatkan kelulusan resmi dari UI, Kamis, 13 Maret 2025.

Menurut pantauan Kamis, 13 Maret 2025 pukul 02.50 WIB, gelar akademik Bahlil Lahadalia yang tertera di profil Kementerian ESDM mencantumkan tiga gelar: doktor (Dr.), sarjana ekonomi (S.E.), dan magister ekonomi (M.Si.). Namun, hal ini bertentangan dengan pernyataan Universitas Indonesia yang menegaskan bahwa Bahlil belum dinyatakan lulus oleh empat organ UI, yang terdiri dari fakultas dan komite akademik.

Klarifikasi Universitas Indonesia Terkait Status Kelulusan

Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional Universitas Indonesia, Arie Afriansyah, memberikan penjelasan mengenai status kelulusan Bahlil Lahadalia. Menurut Arie, Bahlil belum memperoleh gelar doktor karena disertasinya masih harus direvisi untuk memenuhi persyaratan akademik dari universitas. Arie menambahkan, keputusan UI untuk menunda yudisium Bahlil diterapkan karena revisi yang belum diselesaikan.

“Bahlil belum lulus dan belum mendapatkan ijazahnya. Proses kelulusan akan dilanjutkan setelah revisi disertasi sesuai keputusan dari UI,” jelas Arie Afriansyah Kamis, 13 Maret 2025.

Lebih lanjut, Arie mengonfirmasi bahwa empat organ UI telah sepakat untuk menunda yudisium Bahlil dan tidak memberikan gelar doktor hingga revisi selesai dilakukan. Ia juga menyarankan agar Kompas.com menghubungi pihak Kementerian ESDM untuk penjelasan lebih lanjut terkait pengaruh status kelulusan ini terhadap penulisan gelar pada situs resmi kementerian.

Bahlil Lahadalia dan Kontroversi Gelar Doktornya

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya memunculkan kontroversi terkait cepatnya pencapaian gelar doktor. Bahlil berhasil meraih gelar doktor dalam waktu yang relatif singkat, hanya 1 tahun 8 bulan, dengan predikat cumlaude (dengan pujian). Disertasinya yang berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia” menyentuh topik yang sangat relevan dengan bidang tugasnya sebagai menteri yang membawahi sektor energi dan pertambangan.

Keberhasilan Bahlil meraih gelar doktor dalam waktu singkat itu, ditambah dengan prestasi akademiknya yang luar biasa, sempat mendapat apresiasi, namun juga menimbulkan tanda tanya mengenai kecepatan dan kelengkapan proses akademik yang dilalui. Meskipun demikian, kontroversi semakin memuncak ketika kabar mengenai ketidaksesuaian penulisan gelar doktor pada situs resmi Kementerian ESDM terungkap.

Tanggapan dari Kementerian ESDM

Menanggapi isu ini, pihak Kementerian ESDM belum memberikan penjelasan rinci terkait penulisan gelar doktor Bahlil di situs web mereka. Ketika dihubungi oleh Kompas.com, pihak Humas Kementerian ESDM belum memberikan tanggapan resmi mengenai status kelulusan Bahlil dan apakah ini akan berdampak pada penyesuaian gelar yang tertera di situs resmi kementerian. Hal ini menambah pertanyaan publik terkait transparansi informasi di lembaga pemerintah.

Kepemimpinan Bahlil Lahadalia di Kementerian ESDM

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dikenal luas sebagai sosok yang berkomitmen tinggi terhadap pengembangan sektor energi dan sumber daya mineral di Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, kementerian ini gencar mempromosikan kebijakan hilirisasi sumber daya alam, salah satunya adalah nikel, yang menjadi komoditas utama dalam upaya Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah produk domestik.

Namun, kontroversi mengenai status akademiknya ini memicu perdebatan mengenai konsistensi dalam kepemimpinan dan kredibilitas, terutama mengingat posisinya yang sangat berpengaruh dalam merumuskan kebijakan strategis nasional. Sejumlah pihak berpendapat bahwa penulisan gelar yang tidak sah di situs resmi kementerian bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, khususnya dalam hal transparansi dan akuntabilitas.

Persoalan Gelar Akademik di Indonesia

Kasus ini juga mengingatkan kita akan pentingnya transparansi dalam pencantuman gelar akademik, terutama bagi pejabat publik yang berada di posisi strategis. Di Indonesia, gelar akademik merupakan simbol prestasi dan pengakuan atas kemampuan intelektual, yang seharusnya diperoleh melalui proses yang sah dan transparan. Keputusan untuk mencantumkan gelar yang belum disahkan atau belum lengkap berpotensi menimbulkan kecurigaan dan merugikan reputasi pejabat terkait.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index