OJK

OJK Belum Lepas Moratorium Izin Fintech Lending, Pelaku Industri Was was Mencari Modal Baru

OJK Belum Lepas Moratorium Izin Fintech Lending, Pelaku Industri Was was Mencari Modal Baru
OJK Belum Lepas Moratorium Izin Fintech Lending, Pelaku Industri Was was Mencari Modal Baru

Jakarta - Hingga tahun 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum mengindikasikan langkah mencabut moratorium pemberian izin baru untuk perusahaan fintech lending, yang telah diterapkan sejak awal tahun 2020. Sikap ini tentu membuat para pelaku industri dan investor merasa gelisah karena proses ekspansi bisnis menjadi terhalang, Selasa, 11 Maret 2025.

Sejak moratorium diberlakukan, pemerintah belum menerbitkan izin baru bagi pendatang di industri fintech lending. Meskipun ada rencana untuk mencabut kebijakan ini pada bulan September 2023, hingga kini kebijakan tersebut masih tertahan. Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus, dan Pengendalian Kualitas Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PMVL) di OJK, Edi Setijawan, mengklarifikasi situasi saat ini. "Belum ada kebijakan, kami belum bisa sampaikan apapun, sampai saat ini kami belum melepas itu," ungkapnya saat ditemui Bisnis, Selasa, 11 Maret 2025.

Edi juga menambahkan bahwa belum ada diskusi lebih lanjut yang dilakukan antara OJK dengan pemerintahan baru mengenai kemungkinan pencabutan moratorium izin fintech lending tersebut. "Belum [ada pembahasan dengan pemerintahan baru]. Tahun ini kita lihat perkembangannya. Kalau sampai kemarin, dari kebijakan pemerintah belum ada ke arah sana," imbuhnya.

Dalam pernyataan sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya, Agusman, menjelaskan pertimbangan OJK sebelum mencabut moratorium ini. Menurutnya, kesiapan infrastruktur pengawasan dan kondisi industri fintech lending merupakan faktor penentu dalam keputusan ini. "Saat ini kesiapan infrastruktur pengawasan dan kondisi industri LPBBTI sebagai pra-kondisi dibukanya moratorium LPBBTI, terus dilakukan pendalaman," ujar Agusman.

Saat ini, dari 97 penyelenggara fintech P2P lending, 11 di antaranya belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar. Lima dari sebelas penyelenggara tersebut sedang dalam proses analisis untuk peningkatan modal disetor. Berdasarkan regulasi, ketentuan ekuitas minimum ini akan meningkat menjadi Rp12,5 miliar dan harus dipenuhi paling lambat 29 Juni 2025.

Sementara itu, para pelaku industri berusaha mendapatkan suntikan modal baru untuk memenuhi kewajiban tersebut, dan salah satu cara yang ditempuh adalah melalui kerja sama dengan investor. Namun, proses ini tidaklah mudah karena adanya moratorium yang belum dicabut. Ketua Bidang Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah, menyatakan bahwa banyak investor yang tertarik masuk ke pasar Indonesia untuk mendirikan platform P2P lending. Namun minat mereka terhalangi oleh moratorium yang diberlakukan oleh OJK.

“Solusinya, investor dapat masuk dengan menambah pembiayaan mereka kepada perusahaan P2P lending yang sudah berizin, atau bahkan bisa mengakuisisi kepemilikan perusahaan. Sekarang bisa karena semua platform sudah melewati lock-up period. Ketika berizin, ada lock-up period untuk tidak menjual sahamnya. Tapi semua platform sudah melewati itu, jadi mereka sudah terbuka memanggil investor, dari manapun yang sah sesuai regulasi OJK, asing bisa lokal bisa," terang Kuseryansyah.

Dengan situasi ini, pelaku industri fintech menghadapi tantangan signifikan dalam mendapatkan modal baru dan beradaptasi dengan regulasi yang terus berkembang. Keputusan OJK untuk mempertahankan moratorium, setidaknya untuk sementara, memaksa perusahaan-perusahaan yang ada untuk lebih kreatif dalam mencari cara untuk tumbuh dan berkembang di tengah ketidakpastian ini. Masa depan industri fintech Indonesia kini sangat bergantung pada bagaimana OJK dan pemerintahan baru akan bergerak menyikapi kebijakan ini di masa mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index