Jakarta - Seiring dengan semakin dekatnya Lebaran Idulfitri 2025, permintaan terhadap layanan pinjaman online (pinjol) dan pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) diperkirakan akan mengalami peningkatan signifikan. Fenomena ini telah menjadi tren tahunan, di mana kebutuhan masyarakat untuk mudik dan berwisata sering kali mendorong tingginya penggunaan kedua layanan ini. Namun, di balik peningkatan permintaan tersebut, muncul kekhawatiran akan kemungkinan peningkatan kredit macet pasca-liburan, Senin, 10 Maret 2025.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyoroti bahwa fenomena ini bukanlah hal baru. "Pembiayaan tersebut digunakan untuk keperluan mudik dan berwisata. Dulu mungkin bisa berutang ke tetangga atau keluarga. Sekarang beralih kepada pembiayaan melalui teknologi, termasuk pinjol dan BNPL," ungkap Huda. Hal ini menunjukkan pergeseran cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan dana tambahan, dari sumber tradisional ke platform teknologi finansial.
Meski permintaan terhadap pinjaman dan BNPL meningkat, Huda mengingatkan tentang pentingnya kehati-hatian. "Biasanya, kredit bermasalah baru akan terasa 2 hingga 3 bulan setelah Lebaran. Oleh karena itu, masyarakat perlu bijak dalam mengambil pembiayaan dan tidak berlebihan dalam konsumsi," tambahnya. Pernyataan ini menekankan perlunya pengelolaan yang hati-hati agar tidak terjebak dalam masalah keuangan di kemudian hari.
Data industri P2P lending menunjukkan tren kenaikan pembiayaan pada tahun 2024, dengan peningkatan 24,16% YoY pada April, dibanding periode Maret yang tumbuh 21,85% YoY. Namun, hal tersebut juga diiringi peningkatan kredit bermasalah. Tingkat Pembayaran Bermasalah (TWP90) naik dari 2,79% pada April menjadi 2,91% pada Mei 2024. Sementara itu, sektor BNPL mencatat pertumbuhan yang lebih pesat. Outstanding pembiayaan BNPL meningkat 31,45% YoY pada April 2024, menandakan bahwa lebih banyak masyarakat memilih skema ini untuk pembelian barang.
Walau ada peningkatan kualitas pinjaman dari Mei hingga Juli, potensi risiko kredit macet tetap membayangi. Peneliti Senior Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, **Etikah Karyani**, berpendapat bahwa penyaluran pinjaman menjelang Lebaran 2025 kemungkinan besar akan lebih tinggi daripada tahun sebelumnya. "Jika daya beli masyarakat membaik dan lebih banyak orang kembali bekerja, kepercayaan diri dalam mengambil kredit bisa meningkat," ujar Etikah. Beliau juga menekankan bahwa lonjakan konsumsi selama Lebaran akan berdampak pada kenaikan risiko kredit macet, khususnya di sektor BNPL dan P2P lending.
Di tengah situasi ini, Huda menambahkan bahwa penting bagi platform fintech untuk meningkatkan ketepatan dalam melakukan kredit scoring dan deteksi risiko. Menurutnya, hal ini bertujuan untuk meminimalkan lonjakan kredit bermasalah yang berpotensi terjadi pasca-Lebaran. "Pendekatan ini akan membantu platform dalam menilai kelayakan kredit calon peminjam dan mengurangi potensi gagal bayar," ujarnya.
Masyarakat pun perlu lebih kritis dalam memahami ketentuan dan persyaratan pinjaman, serta menghindari penggunaan pinjaman untuk konsumsi yang tidak mendesak. Dengan sikap bijak dan perencanaan keuangan yang matang, masyarakat dapat menikmati momen Lebaran tanpa menambah beban finansial di masa depan.
Sebagai penutup, fenomena lonjakan pinjaman dan BNPL menjelang Lebaran merupakan cerminan dari dinamika ekonomi masyarakat modern yang semakin bergantung pada solusi teknologi finansial. Meski memudahkan akses pembiayaan, penggunaannya yang kurang bijak dapat menimbulkan masalah keuangan. Oleh karena itu, edukasi dan kebijakan ketat dari lembaga penyedia layanan menjadi kunci untuk menjaga kestabilan finansial masyarakat pasca-liburan.