Jakarta - Bank-bank elit Wall Street diguncang fenomena perubahan kebijakan terkait target iklim mereka. Langkah ini sudah terlihat jelas sejak sebelum Donald Trump terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat pada November 2024. Salah satu aktor utamanya adalah Morgan Stanley, yang menjadi berita utama di bulan Oktober 2024 dengan keputusan kontroversialnya mengubah batas target kenaikan suhu global dari 1,5°C menjadi 1,7°C, Jumat, 7 Maret 2025.
Latar Belakang Perubahan
Bloomberg mencatat bahwa perubahan kebijakan Morgan Stanley berada di balik lambatnya proses dekarbonisasi global. Langkah ini seolah bertentangan dengan komitmen para anggota Net-Zero Banking Alliance (NZBA), yang harus menyesuaikan portofolio mereka untuk mencapai target suhu global 1,5°C, sejalan dengan Perjanjian Paris 2015. Jika dipandang lebih luas, negara-negara penandatangan Perjanjian Paris diharapkan dapat mencegah kenaikan suhu rata-rata global sebesar 2°C pada tahun 2100 dibandingkan dengan masa praindustri.
Namun, Morgan Stanley bukan satu-satunya bank yang melonggarkan targetnya. Saingannya, Goldman Sachs Group Inc., menerapkan pendekatan serupa. Fenomena ini makin dipertegas dengan keluarnya beberapa bank besar lainnya dari NZBA, termasuk Wells Fargo & Co., yang mengumumkan tidak lagi berencana mencapai emisi nol bersih, serta HSBC Holdings Plc yang menyatakan akan mereduksi target emisi yang telah mereka tetapkan sebelumnya.
Pandangan Ahli
Menanggapi situasi ini, Lisa Sachs, Direktur Center on Sustainable Investment di Universitas Columbia, menyatakan bahwa standar untuk mencapai emisi nol bersih dalam sektor keuangan dan praktik korporasi kerap disalahgunakan. "Transformasi sektoral ini memerlukan perencanaan, kebijakan, dan tindakan terkoordinasi," ujar Sachs, "Sehingga aksi sukarela individual dari institusi keuangan, yang terputus dari transformasi sektoral, tidak akan cukup".
Sachs menekankan, pengurangan sistematis dalam emisi dari sektor energi, transportasi, industri, dan penggunaan lahan sangat diperlukan, bersama dengan mekanisme penyerapan karbon yang kredibel untuk emisi residual.
Tantangan dan Peluang di Indonesia
Di Indonesia, belum ada bank yang tergabung dalam keanggotaan NZBA. Namun, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, pembiayaan hijau di sektor perbankan nasional menghadapi tantangan besar. “Akan tetapi, Indonesia menerapkan sustainable finance berdasarkan kepentingan dan kebijakan domestik serta komitmen di forum-forum internasional,” ungkap Dian dalam sebuah pernyataan pada akhir Februari 2025.
Dian menambahkan bahwa perbankan nasional telah menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung pembiayaan hijau dan penerapan prinsip environmental, social, and governance (ESG). Tren peningkatan kredit/pembiayaan hijau diproyeksikan akan terus meningkat dengan dukungan perbankan terhadap target net zero emission (NZE) Indonesia pada 2060.
Sebagai bagian dari upaya ini, OJK telah menerbitkan panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) yang mencakup tata kelola, strategi, manajemen risiko, dan pengungkapan. Selain itu, Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) versi kedua diluncurkan pada Februari 2025, mencakup sektor baru seperti construction and real estate, transportation and storage, dan sebagian dari agriculture, forestry and other land uses (AFOLU).
Data Pembiayaan di Indonesia
OJK melaporkan bahwa total penyaluran kredit atau pembiayaan berkelanjutan perbankan telah mencapai Rp1.959 triliun sepanjang 2023, meningkat 39,03% dari tahun 2022 yang hanya Rp1.409 triliun. Kendati demikian, nilai penyaluran pembiayaan hijau sepanjang 2024 masih menunggu laporan akhir dari perbankan, sesuai dengan aturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
Fenomena di Wall Street menunjukkan bahwa meskipun perubahan menuju keberlanjutan tidak selalu berjalan mulus, komitmen dan kebijakan yang tepat dapat mempercepat transisi global ke ekonomi hijau. Sementara tantangan tetap ada, terutama dari pelaku pasar besar, momentum untuk mencapai target iklim masih dapat dibangun melalui kebijakan yang konsisten dan komitmen strategis di tingkat nasional dan internasional.