Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menanggapi kritikan mengenai kegiatan retret kepala daerah yang diadakan di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, dengan anggaran mencapai Rp13 miliar. Kritikan ini muncul terkait pandangan bahwa kegiatan tersebut bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran. Namun, Tito dengan tegas menolak anggapan tersebut dan menjelaskan pentingnya investasi ini untuk mengamankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mencapai Rp1.300 triliun.
Dalam pernyataannya, Tito menekankan, "Yang utama, retret kepala daerah menginvestasikan Rp13 miliar untuk mengamankan Rp1.300 triliun. APBD itu 1.300 triliun, kalau tidak efisien, kasihan rakyat," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Maret 2025.
Sebagai mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Tito menyoroti pentingnya pelatihan efisien untuk para kepala daerah. Dia mencatat bahwa kegiatan retret kali ini disederhanakan dari pelatihan sebelumnya yang berlangsung selama 14 hari menjadi hanya tujuh hari. "Kedua, kegiatan itu sebenarnya 14 hari jadi tujuh hari untuk membekali mereka lima tahun ke depan. Kepala daerah (jumlahnya) 503 dilantik. 103 pernah jadi kepala daerah, 400 belum pernah," jelasnya.
Tito menekankan bahwa pengamanan APBD yang begitu besar adalah tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dalam konteks ini, pemotongan durasi pelatihan diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam waktu yang lebih singkat, memastikan para kepala daerah baru dan berpengalaman dapat menjalankan tugas mereka secara efektif.
Di tengah kontroversi yang mengemuka, Tito juga menanggapi laporan mengenai pelaksanaan retret kepala daerah tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia memastikan bahwa penunjukkan PT Lembah Tidar Indonesia sebagai penyelenggara telah sesuai aturan yang berlaku. "Tapi saya jelaskan bahwa penunjukan langsung bisa kita lakukan. Kalau kita baca di pasal 83 Perpres 16 tahun 2018, yang diubah dengan Perpres 12 tahun 2021, dapat dilakukan mekanisme penunjukan langsung, dalam hal misalnya hanya pelaku usaha yang mampu mengerjakan itu barang atau jasa itu," ujar Tito.
Para pengamat dan pihak oposisi sempat mempertanyakan alasan di balik penunjukan langsung tersebut, menyoroti transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana negara. Namun, Tito menegaskan bahwa langkah tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang ada, mengingat sifat unik dan spesifik dari kebutuhan pelaksanaan kegiatan ini.
Dengan adanya kritik dan kebijakan ini, langkah Kementerian Dalam Negeri untuk menyiapkan kepala daerah yang cakap dan efisien dalam mengelola sumber daya menjadi perhatian utama pemerintah. Tito berharap bahwa investasi ini dapat membuahkan hasil dalam bentuk tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik dan lebih bertanggung jawab.
Pembiayaan sebesar Rp13 miliar memang menuai perhatian besar, tetapi Tito menganggapnya sebagai langkah yang tepat dalam jangka panjang. "Kita harus melihat perspektif yang lebih luas. Efisiensi tidak hanya tentang penghematan dana, tetapi juga tentang mencapai hasil maksimal dengan sumber daya yang ada," tegas Tito.
Kementerian Dalam Negeri kini mendukung penuh inisiatif ini dengan harapan kepala daerah yang telah dilatih bisa menerapkan pengetahuan dan wawasan baru dalam pemerintahan mereka. Ini tidak hanya soal efisiensi anggaran, tetapi juga tentang meningkatkan kapabilitas dan daya saing pemerintahan di tingkat regional dan nasional.
Dengan fokus dan perhatian yang kuat terhadap pelatihan ini, pemerintah pusat menargetkan langkah strategis ini dapat meningkatkan kualitas kepemimpinan di daerah, sehingga setiap rupiah dari anggaran yang digunakan dapat menguntungkan masyarakat secara keseluruhan. Tito berharap pendekatan ini dapat menjadi contoh penerapan efisiensi anggaran yang produktif di masa depan.