Jakarta - Industri asuransi umum berhasil mencatat pertumbuhan signifikan dalam hasil investasi sepanjang tahun 2024, seperti yang diungkapkan dalam laporan terbaru dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Hasil investasi industri asuransi umum mencapai Rp7,43 triliun, menandai peningkatan sebesar 19,8% dari tahun sebelumnya yang berada di angka Rp6,20 triliun pada 2023. Sebaliknya, industri asuransi jiwa mengalami penurunan yang cukup signifikan, menunjukkan kontraksi sebesar 24,8% dari Rp31,80 triliun pada 2023 menjadi Rp23,91 triliun di 2024.
Trinita Situmeang, Wakil Ketua Bidang Riset dan Statistik AAUI, memberikan wawasan mengenai perbedaan tren ini. Dalam konferensi pers yang diadakan di Maipark Ballroom, Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (5/3/2025), Trinita menjelaskan bahwa disparitas hasil investasi ini disebabkan oleh perbedaan strategi investasi dan regulasi yang diterapkan pada kedua sektor asuransi tersebut. "Kalau kami lihat hasil investasi perusahaan asuransi [umum] tadi, kenapa beda ya sama perusahaan asuransi jiwa? Jadi, asuransi umum, reasuransi, dan asuransi jiwa bisa saja alokasi asetnya dilakukan dengan berbeda tergantung aturan OJK," ungkap Trinita, Kamis, 6 Maret 2025.
Perusahaan asuransi umum dan reasuransi cenderung mengalokasikan investasi pada instrumen berisiko rendah seperti deposito dan surat utang. Trinita menambahkan bahwa sepanjang 2024, imbal hasil (yield) dari obligasi menunjukkan kinerja yang menggembirakan, mendukung pertumbuhan positif di sektor ini meskipun terjadi penurunan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Di sisi lain, Budi Herawan, Ketua Umum AAUI, memberikan pandangannya mengenai langkah strategis yang perlu diambil dalam merespon fluktuasi di pasar saham. "IHSG turun, tapi kan rebound-nya kapan tidak tahu, jadi gambling. Makanya saya bilang nanti lihat Q1 deh, barometernya. Kalau Q1-nya pemerintah banyak terobosan, ya yang pasti APBN kita cuma 14%, gimana kita mau," ujar Budi, menekankan pentingnya pendekatan berhati-hati dalam meningkatkan hasil investasi di tengah ketidakpastian pasar saham.
Sementara itu, industri asuransi jiwa bergantung pada investasi dalam Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen utama. Berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dari total investasi sebesar Rp541,40 triliun, SBN menyumbang kontribusi terbesar dengan nilai Rp205,03 triliun atau sekitar 37,9% dari keseluruhan portofolio investasi. Investasi dalam saham dan reksa dana turut memberikan kontribusi masing-masing sebesar 24,7% dan 12,9%.
Kinerja solid dari sektor asuransi umum di tengah gejolak pasar menunjukkan pentingnya diversifikasi investasi dan pemilihan instrumen dengan risiko yang lebih rendah dalam kondisi ekonomi yang tak menentu. Hal ini menegaskan bahwa strategi investasi yang tepat dapat memberikan hasil yang menguntungkan dan berkesinambungan. Meski industri asuransi jiwa tengah berjuang dengan tantangan investasi yang melemah, ada peluang untuk merevisi dan menyesuaikan strategi guna memaksimalkan potensi pertumbuhan di masa mendatang.
Kombinasi antara strategi yang berhati-hati namun adaptif akan menjadi kunci bagi kedua sektor asuransi dalam menghadapi tahun-tahun penuh tantangan selanjutnya. Kesadaran akan potensi risiko dan manfaat dari berbagai instrumen investasi menjadi elemen vital dalam mengoptimalkan hasil dan memastikan stabilitas jangka panjang bagi industri ini. Dengan terus memantau perkembangan ekonomi dan merespons perubahan regulasi, industri asuransi diharapkan dapat mempertahankan pertumbuhan yang positif di tahun-tahun mendatang.