Asuransi

Industri Asuransi Menyusun Standar Polis Baru Pasca Putusan MK: Menuju Transparansi dan Keadilan bagi Konsumen

Industri Asuransi Menyusun Standar Polis Baru Pasca Putusan MK: Menuju Transparansi dan Keadilan bagi Konsumen
Industri Asuransi Menyusun Standar Polis Baru Pasca Putusan MK: Menuju Transparansi dan Keadilan bagi Konsumen

Jakarta - Industri asuransi Indonesia tengah bersiap menerapkan standar polis baru sebagai tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menilai norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat. Putusan tersebut menegaskan bahwa perusahaan asuransi tidak lagi bisa secara sepihak membatalkan perjanjian polis. Pembatalan harus melalui kesepakatan bersama antara perusahaan dan tertanggung atau diselesaikan melalui jalur pengadilan. Kondisi ini menuntut penyusunan polis yang lebih detail dan transparan, guna meminimalisir sengketa klaim di masa depan.

Menurut Iwan Pasila, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pengawasan terhadap industri asuransi kini lebih diarahkan untuk menciptakan standar yang adil bagi semua pihak. "Kami bersama asosiasi perusahaan asuransi sudah membahas bagaimana standardisasi polis asuransi di Tanah Air. Intinya, tidak boleh ada ketentuan dalam polis yang membuat masyarakat dirugikan," kata Iwan Kamis, 6 Maret 2025.

Poin Kritis dalam Standarisasi Polis Asuransi

1. Klausul Pembatalan Kontrak yang Jelas

Klausul pembatalan kontrak akan menjadi salah satu fokus utama dalam standardisasi polis ini. Sebelum polis diterbitkan, perusahaan asuransi harus mencantumkan klausul pembatalan kontrak secara jelas dan terperinci. "Kita siapkan kesepakatan sebelum mulai pertanggungan. Konsekuensinya kita lakukan standardisasi di polis. Kalau ada pemutusan kontrak, harus jelas," ujar Iwan.

2. Syarat Pengajuan Klaim Tidak Memberatkan

Selain klausul pembatalan, standarisasi juga mencakup syarat pengajuan klaim. Harapan industri adalah agar proses pengajuan dan penyelesaian klaim diatur sedemikian rupa sehingga tidak membebani nasabah. "Harus ada standardisasi polis sehingga masuk [mendapat polis] dan keluarnya [klaim dibayar] standar di semua asuransi," jelas Iwan.

3. Proses Klaim dan Penolakannya Diperketat

Proses klaim dan standar penolakannya menjadi elemen penting lainnya yang harus distandardisasi. Berbagai perusahaan asuransi saat ini mungkin memiliki dasar pembatalan klaim yang berbeda-beda, yang bisa menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. "Kita ingin standardisasi prosesnya tidak berlebihan. Kalau pun ditolak, penolakan itu harus standar," ungkap Iwan. Dengan standar yang seragam, diharapkan tidak ada lagi perbedaan dalam penyelesaian klaim antara satu perusahaan dengan yang lainnya.

Masa Depan Standar Polis Asuransi di Indonesia

Saat ini, OJK menunggu laporan dari asosiasi perusahaan asuransi terkait draf polis standar yang akan dijadikan acuan. Iwan menjelaskan bahwa polis tersebut nantinya akan menjadi syarat utama yang digunakan oleh seluruh perusahaan asuransi di Indonesia. Setiap produk asuransi baru harus mendapatkan persetujuan dari OJK, dan salah satu syarat utama persetujuan adalah kepatuhan terhadap polis standar ini. "Kita nanti syaratkan ada polis standar. Kalau perusahaan asuransi mau jual produk baru, dia harus di-approve OJK. Dalam proses itu, salah satu persyaratannya adalah polis standar itu," pungkas Iwan.

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan keadilan dalam industri asuransi, serta membangun kembali kepercayaan publik terhadap layanan asuransi di Indonesia. Dengan polisi standar yang jelas, detail, dan adil, diharapkan potensi sengketa antara perusahaan asuransi dan konsumen dapat diminimalisir, menciptakan suasana bisnis yang lebih sehat dan menguntungkan semua pihak.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index