Jakarta - Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam terbesar di dunia, berkat cadangan nikel, bauksit, dan timah yang melimpah. Data terbaru dari USGS (United States Geological Survey) dan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar kedua di dunia dan cadangan bauksit terbesar keempat di dunia, Senin, 3 Maret 2025.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemain kunci dalam pasar global untuk kedua komoditas tersebut. Dalam acara webinar "Prospeksi dan Bisnis Industri Mineral Masa Depan" yang diadakan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember secara daring, Wafid mengungkapkan pentingnya peran Indonesia dalam industri ini.
"Sebagai pemilik cadangan sumber daya alam yang besar, sudah seharusnya Indonesia menjadi pemain penting di tingkat global. Kita memiliki tanggung jawab dan potensi besar dalam penyediaan bahan baku dan memenuhi permintaan nikel dan bauksit dunia," ujar Wafid.
Cadangan Nikel dan Bauksit Indonesia
Sampai tahun 2023, cadangan nikel Indonesia mencapai 18.550.358.128 ton dalam bijih, dengan total cadangan bijih mencapai 5.325.790.841 ton. Sedangkan untuk bauksit, Indonesia memiliki sumber daya bijih sebesar 7.475.842.602 ton dan cadangan bijih sebesar 2.777.981.035 ton. Angka-angka ini menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor pertambangan global.
Untuk memaksimalkan potensi ini, pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan strategis. Salah satu kebijakan utama adalah pemberlakuan larangan ekspor bahan mentah secara bertahap. Langkah ini bertujuan untuk mendorong hilirisasi industri dalam negeri, meningkatkan nilai tambah produk, dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
Pembangunan Smelter untuk Mendukung Hilirisasi
Menurut data yang dihimpun oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, saat ini terdapat 147 smelter di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 49 smelter menggunakan metode pirometalurgi, dengan rincian 35 smelter masih dalam tahap konstruksi dan 36 smelter sedang direncanakan. Sementara itu, metode hidrometalurgi diterapkan di 5 smelter yang sudah beroperasi, 3 smelter konstruksi, dan 19 smelter yang sedang dalam perencanaan.
Wafid menekankan bahwa upaya hilirisasi ini tidak hanya terbatas pada satu atau dua komoditas saja. Seluruh komoditas mineral yang dimiliki Indonesia akan masuk dalam program ini. “Hilirisasi akan dilakukan untuk semua komoditas yang kita miliki. Nilai tambah dari semua komoditas itu harus menambah kekuatan ekonomi kita sehingga rakyat kita bisa mencapai tingkat hidup yang sejahtera,” ujar Prabowo.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Di sisi lain, eksploitasi terus-menerus dapat berdampak pada menurunnya cadangan nikel dan bauksit yang tersedia di masa mendatang. Untuk mengatasi hal ini, Badan Geologi terus melakukan identifikasi dan inventarisasi terhadap area baru, baik greenfield maupun brownfield, yang berpotensi dieksplorasi untuk meningkatkan cadangan sumber daya dan mempertahankan keberlanjutan industri.
"Selama 5 tahun terakhir, dari 2019 hingga 2023, kondisi sumber daya tereka dan terukur mengalami peningkatan yang cukup signifikan," kata Wafid, menekankan komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan sumber daya mineral Indonesia.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk terus memperkuat posisinya sebagai penyedia utama nikel dan bauksit di pasar global, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan berkelanjutan dan investasi dalam teknologi pengolahan akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa kekayaan sumber daya alam Indonesia dapat memberikan manfaat maksimal bagi kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.