Jakarta - Pada awal pekan ini, harga batu bara global melanjutkan tren penurunan signifikan yang mengundang perhatian pelaku pasar dan pemerhati ekonomi. Merujuk data TradingEconomics, harga batu bara global terkapar melewati batas psikologis US$ 100 per ton dan mencapai titik US$ 99 per ton pada Senin, 3 Maret 2025 Faktor utama penurunan harga ini tidak hanya berasal dari ketidakstabilan pasar komoditas global, tetapi juga dipengaruhi oleh implementasi dua kebijakan baru dari pemerintah Indonesia, Senin, 3 Maret 2025.
Kebijakan pertama yang memengaruhi pasar adalah regulasi mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025. Aturan ini menguraikan persentase penempatan DHE, jangka waktu retensi, serta pemanfaatan DHE SDA untuk periode tertentu yang harus ditempatkan dalam rekening khusus (reksus) valas. Regulasi ini memaksa retensi 100% selama 12 bulan untuk komoditas non-minyak dan gas (migas), termasuk batu bara.
Kebijakan kedua yang sedang menjadi sorotan adalah Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 yang menegaskan bahwa penjualan komoditas yang diproduksi oleh pemegang izin pertambangan harus mengacu pada Harga Patokan Minyak (HPM) untuk komoditas mineral logam dan Harga Patokan Batu Bara (HPB) untuk komoditas batu bara. Pengemuan harga patokan ini kini dilakukan dua kali per bulan, pada tanggal 1 dan 15, untuk memastikan stabilitas harga di pasar global dan domestik. Aturan ini mulai berlaku sejak 1 Maret 2025.
Pemerintah menegaskan bahwa perubahan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga komoditas serta meningkatkan penerimaan negara. "Kebijakan DHE SDA diharapkan mampu mendukung penguatan nilai tukar rupiah dan meminimalkan dampak negatif dari transfer pricing," ungkap Ratih Mustikoningsih, Financial Expert dari Ajaib Sekuritas, saat diwawancarai oleh Kontan.co.id pada Minggu, 2 Maret 2025.
Sementara itu, Team Research Analyst dari Henan Putihrai Sekuritas memberikan pandangan bahwa kewajiban retensi DHE 100% selama setahun dapat mempengaruhi arus kas dari emiten tambang, terutama mereka yang bergantung pada ekspor. "Namun, efek negatif ini masih dapat diatasi dengan adanya fleksibilitas dari pemerintah terkait penggunaan DHE untuk operasional, pembayaran utang, dan pajak," jelas tim analisis tersebut.
Penurunan harga komoditas ini menambah kekhawatiran pelaku pasar terhadap saham emiten batu bara. Sukarno Alatas, Head of Equity Research di Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyatakan, "Sentimen negatif dari penurunan harga komoditas telah menekan harga saham emiten tambang, terutama batu bara. Investor saat ini cenderung wait and see sembari mengamati perkembangan harga komoditas global."
Ekky Topan, Investment Analyst dari Infovesta Kapital Advisori, menghimbau emiten untuk lebih bijaksana dalam mengelola likuiditas dan arus kas mereka mengingat kebijakan DHE yang baru. "Dalam jangka pendek, respons pasar terhadap kedua kebijakan ini mungkin akan negatif. Namun, jika berhasil memperkuat ekonomi domestik dan stabilitas rupiah, dampak jangka panjangnya dapat lebih positif," ungkap Ekky.
Hingga saat ini, harga batu bara diproyeksikan oleh Ekky untuk tetap dalam tekanan, mungkin bergerak di kisaran US$ 98 - US$ 100 per ton. "Namun, dalam skenario optimis, harga bisa kembali menguat pada akhir kuartal I-2025 ke level US$ 118 - US$ 120 per ton," tambahnya.
Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat mengalami tekanan, pada Senin, 3 Maret 2025 bergerak naik 2,80% ke level 6.446. "Dengan melihat kondisi pasar yang guncang, lebih baik wait and see," saran Angga Septianus dari Indo Premier Sekuritas.
Di tengah ketidakpastian ini, beberapa saham emiten masih direkomendasikan untuk dipertahankan. Sukarno Alatas menilai saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tetap layak dikoleksi dengan rekomendasi hold dan target harga Rp 3.050. Sementara Ekky merekomendasikan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) sebagai pilihan jangka panjang.
Ratih Mustikoningsih memastikan bahwa trading plan yang baik dapat membantu menentukan kapan harus masuk pasar. "Strategi buy on weakness untuk saham PTBA dan PT United Tractors Tbk (UNTR) tetap relevan di tengah volatilitas harga saham," pungkas Ratih.