Pemprov Kaltim

Pemprov Kaltim Persiapkan Konsesi Wilayah Pertambangan Rakyat: Usulan Diajukan ke Gubernur dan DPRD

Pemprov Kaltim Persiapkan Konsesi Wilayah Pertambangan Rakyat: Usulan Diajukan ke Gubernur dan DPRD
Pemprov Kaltim Persiapkan Konsesi Wilayah Pertambangan Rakyat: Usulan Diajukan ke Gubernur dan DPRD

Jakarta - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) sedang mempersiapkan konsesi wilayah pertambangan rakyat (WPR) sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sektor pertambangan daerah. Langkah ini melibatkan pengumpulan data komprehensif dari kabupaten dan kota yang akan diajukan kepada Gubernur dan DPRD Kaltim. Jika mendapatkan persetujuan, usulan tersebut akan dikirimkan ke pemerintah pusat untuk mendapatkan restu dari otoritas terkait, Senin, 3 Maret 2025.

Proses pengumpulan data dan pengajuan ini menjadi topik diskusi penting dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPRD Kaltim yang diadakan pada Kamis, 27 Februari 2025. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Bambang Arwanto, menyatakan bahwa data yang telah dikumpulkan akan disampaikan secepatnya kepada dewan dan gubernur. “Kalau disetujui, baru diproses ke pusat,” ujarnya setelah mengikuti RDP tersebut.

Bambang menjelaskan, jika pemerintah pusat memberikan lampu hijau, masyarakat dapat mengajukan izin pertambangan rakyat (IPR). IPR ini didesain dengan berbagai keunikan, salah satunya adalah pengajuan boleh dilakukan secara perorangan dengan luasan maksimal 1 hektare, atau oleh kelompok masyarakat dengan luasan mencapai 5 hektare. Izin ini akan berlaku selama lima tahun, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam sektor pertambangan dengan aturan yang lebih ringan dibandingkan perusahaan besar.

Namun demikian, ada sejumlah batasan dalam cakupan IPR ini. Bambang menegaskan bahwa izin hanya berlaku untuk pertambangan batuan, galian C, dan mineral. "Untuk batubara dan bahan radioaktif dilarang," tegasnya. Pembatasan ini bertujuan untuk menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam yang lebih sensitif.

Meski demikian, usulan ini berpotensi memicu perdebatan panjang. Hal ini disebabkan oleh kebijakan yang membebaskan masyarakat atau kelompok masyarakat yang mengusulkan IPR dari tanggung jawab reklamasi dan pemulihan lingkungan. Sebagai gantinya, pemerintah daerah bertanggung jawab penuh atas biaya reklamasi dan pemulihan lingkungan pascatambang. “Jadi, pemerintah yang bertanggung jawab soal reklamasi dan pemulihan lingkungannya,” jelas Bambang lebih lanjut.

Kebijakan ini tentu menimbulkan kekhawatiran terkait potensi beban anggaran daerah. Oleh karena itu, mitigasi dan pengawasan ketat menjadi kunci untuk memastikan bahwa IPR yang diajukan tidak salah sasaran dan mencegah kerusakan lingkungan yang berpotensi membebani anggaran daerah. Pengawasan di lapangan perlu diperketat untuk memastikan bahwa pertambangan yang dilakukan sesuai dengan regulasi dan tidak merusak lingkungan sekitar.

Pemprov Kaltim berharap bahwa kebijakan ini dapat memberdayakan masyarakat sekaligus mendorong pembangunan ekonomi daerah secara berkelanjutan. Masyarakat diajak untuk lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, namun tetap dalam koridor yang layak secara lingkungan dan sosial. Langkah ini juga diharapkan dapat mencegah penambangan ilegal yang dapat merusak lingkungan dan mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan bagi pemerintah daerah.

Kebijakan ini menjadi tantangan sekaligus harapan bagi Pemprov Kaltim dalam menangani sektor pertambangan dengan cara yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada koordinasi yang baik antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pemerintah pusat. Dengan pengawasan yang ketat dan kerjasama yang solid, WPR dapat menjadi solusi yang tepat untuk memajukan pertambangan di Kaltim tanpa mengorbankan lingkungan dan melibatkan masyarakat dalam pembangunan ekonomi lokal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index