Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tertekan, Merosot ke Level 6.300,14 Tantangan bagi Pasar Saham Indonesia

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tertekan, Merosot ke Level 6.300,14  Tantangan bagi Pasar Saham Indonesia
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tertekan, Merosot ke Level 6.300,14 Tantangan bagi Pasar Saham Indonesia

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Pada perdagangan sesi I hari ini, indeks ditutup pada level 6.300,14, mengalami penurunan drastis sebesar 2,86 persen dari posisi pembukaan di level 6.485,44. Penurunan ini menambah beban bagi IHSG yang dalam sepekan terakhir telah mengalami koreksi hingga 7,39 persen. Secara keseluruhan, sepanjang tahun ini, pasar saham Indonesia telah terkoreksi sebesar 11,01 persen, Jumat, 28 Februari 2025.

Menurut Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab anjloknya IHSG, yaitu sentimen global, isu domestik, dan kinerja emiten-emiten yang tercatat di BEI. Saat ditemui media di Jakarta, Iman mengungkapkan, "Apa yang terjadi di global? Bahwa perang tarif Amerika Serikat (AS), Trump 2.0 gak gampang dan menarik hampir 70 persen dana itu flat to quality to AS, jadi memang juga gak gampang. Jadi asing itu sekarang masuk ke AS ya termasuk juga, selalu ada acaman tarif kan. Kemarin Meksiko dan Kanada. Kanada melawan. Lalu muncul lagi gitu kan, UAE."

Iman menjelaskan lebih lanjut bahwa sentimen global masih didominasi oleh kebijakan suku bunga dari The Federal Reserve (The Fed). "Jadi mungkin kalau pun saya juga di update, paling banyak The Fed akan turunin tahun ini sekali gitu ya. Jadi sebenarnya kita tahu interest rate ini sensitif terhadap bursa, terhadap equity. Kalau interest rate naik di AS orang lebih senang beli," jelasnya. Hal ini menegaskan bahwa meskipun ada harapan akan penurunan suku bunga, kebijakan The Fed masih dalam posisi lebih lama di tingkat lebih tinggi.

Tidak hanya dari sisi AS, sentimen global lainnya datang dari Bank of Korea yang memangkas suku bunganya ke posisi 2,75 persen pada Februari 2025, menjadikannya yang terendah sejak Agustus 2022. Pemangkasan ini memengaruhi daya tarik investasi di pasar Asia, termasuk Indonesia.

Dari perspektif domestik, IHSG juga tertekan akibat penurunan rating pasar saham Indonesia oleh Morgan Stanley dan kinerja keuangan emiten yang berada di bawah konsensus. Iman menyoroti pentingnya kesadaran investor terhadap dinamika ini. "Menurut saya gini, kita musti aware bahwa sekarang ini 40 persennya asing, sementara kalau turun terus, dari 60 persen itu ada hampir 40 persennya retail gitu kan. Kalau dulu terbalik di mana 70 persennya kita domestik dan retail. Kalau turun semua langsung disapu sama domestik, sekarang ini begitu retail-nya mulai keluar, domestik semakin buruk," ujarnya.

Kondisi ini diperparah dengan masih derasnya arus modal asing yang keluar dari Indonesia. Menurut data per 27 Februari 2025, arus keluar bersih dari investor asing (net sell) telah mencapai Rp17,2 triliun secara year to date (ytd). Arus keluar ini mengindikasikan kurangnya kepercayaan investor asing terhadap stabilitas ekonomi Indonesia saat ini.

Terlepas dari tantangan yang ada, langkah strategis diperlukan untuk mengatasi situasi ini. Hal ini termasuk kebijakan proaktif untuk menarik kembali minat investor asing, serta memperkuat pasar domestik guna menangkal dampak lebih lanjut dari volatilitas global. Meskipun IHSG mengalami tekanan berat, potensi untuk bangkit tetap ada jika semua pemangku kepentingan bersinergi dalam mengimplementasikan kebijakan yang tepat.

Di tengah ketidakpastian global dan tantangan domestik, semua pihak, mulai dari pemerintah, regulator, hingga pelaku pasar, harus berperan aktif dalam mendukung stabilitas dan pertumbuhan pasar saham Indonesia. Dengan upaya bersama, pasar saham diharapkan dapat kembali stabil dan menawarkan peluang yang lebih baik bagi investor di masa mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index