Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) baru-baru ini menyampaikan laporan penurunan laba bersih sebesar 58% year-on-year (yoy) pada Januari 2025. Hal ini disampaikan dalam acara 'call' bersama para investor, yang bertujuan untuk memberi penjelasan dan klarifikasi terkait kinerja keuangan bank only tersebut.
Menurut laporan dari Stockbit Securities, penurunan laba bersih ini sebagian besar disebabkan oleh beban provisi yang tinggi, mencapai Rp 5,6 triliun pada Januari 2025. Dari total tersebut, sekitar Rp 2 triliun berasal dari provisi sistem, yang merupakan penilaian menyeluruh terhadap portofolio kredit. "Sementara itu, sekitar Rp 3,5 triliun merupakan tambahan provisi dari manajemen (management overlay) seiring dengan potensi risiko terkait dinamika restrukturisasi kredit Kupedes (sub-segmen mikro)," jelas ulasan Stockbit, Jumat, 28 Februari 2025.
Pihak manajemen BBRI, mengonfirmasi bahwa tambahan provisi manajemen overlay senilai Rp 3,5 triliun tersebut sudah termasuk dalam panduan biaya kredit (credit costs) yang diprediksi berkisar antara 300-320 basis poin secara konsolidasi untuk tahun fiskal 2025. Meski beban provisi ini diharapkan menurun pada bulan-bulan mendatang, realisasi angka tersebut sangat bergantung pada beberapa faktor kunci seperti pertumbuhan kredit dan pembiayaan konsolidasi yang diprediksi berkisar antara +7-9% yoy, juga penyelesaian proses restrukturisasi kredit Kupedes.
"Manajemen BBRI tidak menutup kemungkinan adanya penurunan laba bersih secara konsolidasi pada tahun ini. Meski kinerja kredit dan Net Interest Margin (NIM) masih cenderung rendah pada awal tahun, ada ekspektasi bahwa pertumbuhan kredit dan kondisi likuiditas akan mulai membaik pada kuartal kedua tahun 2025," demikian penjelasan dari perwakilan manajemen BBRI yang dirilis oleh Stockbit.
Selain fokus pada kondisi keuangan, manajemen BBRI juga menyinggung mengenai kebijakan dividen untuk tahun buku 2024. Diskusi mengenai dividen tersebut menunjukkan arah peningkatan Dividend Payout Ratio (DPR) menjadi 85%, lebih tinggi dibandingkan tahun buku 2023 yang berada di level 80%. Dengan rasio tersebut, potensi dividen final BBRI diperkirakan mencapai Rp 204 per saham, mengindikasikan yield dividen sebesar 6% berdasarkan harga penutupan pada sesi perdagangan hari Jumat ini di level Rp 3.390 per lembar. "Prospek pembagian dividen ke depan masih akan menunggu dan melihat seiring mulai beroperasinya BBRI di bawah Danantara," sebut manajemen BBRI dalam laporan Stockbit.
Dalam hal valuasi saham, harga saham BBRI di level Rp 3.390 per lembar kini diperdagangkan pada valuasi 1,54x 1-Year Forward P/BV. Angka ini berada di bawah -2 Standard Deviation (1,62x) dari rata-rata historis dalam 10 tahun terakhir, yang mencerminkan bahwa saham ini berada dalam kondisi terdiskon. Valuasi tersebut bahkan merupakan yang terendah sejak era pandemi Covid-19, yang tercatat di level 1,32x.
"Meski demikian, terdapat potensi pemangkasan estimasi laba bersih konsensus untuk FY25F jika pemulihan kinerja pada bulan-bulan mendatang berjalan lambat. Saat ini, konsensus memproyeksikan pertumbuhan laba bersih FY25F yang relatif stabil di sekitar Rp 60,7 triliun dibandingkan FY24: Rp 60,2 triliun," jelas Stockbit.
Dengan berbagai tantangan dan dinamika pasar yang ada, BBRI berkomitmen untuk terus memantau perkembangan dan strategi perusahaan guna menghadapi ketidakpastian ekonomi di tahun mendatang. Meski terdapat tekanan dari sisi beban provisi dan proyeksi restrukturisasi kredit, optimisme terhadap perbaikan likuiditas dan peluang pertumbuhan tetap menjadi fokus utama dalam strategi bisnis perusahaan.