Fintech P2P

Penyaluran Pembiayaan Fintech P2P Lending Capai Rp77,07 Triliun pada Desember 2024, OJK Tingkatkan Pengawasan

Penyaluran Pembiayaan Fintech P2P Lending Capai Rp77,07 Triliun pada Desember 2024, OJK Tingkatkan Pengawasan
Penyaluran Pembiayaan Fintech P2P Lending Capai Rp77,07 Triliun pada Desember 2024, OJK Tingkatkan Pengawasan

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan peningkatan signifikan dalam nominal outstanding pembiayaan financial technology peer-to-peer lending (fintech P2P lending) yang mencapai Rp77,07 triliun pada Desember 2024. Angka ini menunjukkan tren peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, yakni November 2024 yang tercatat sebesar Rp75,60 triliun. Tren pertumbuhan ini menunjukkan bahwa sektor fintech P2P lending terus berkembang meskipun menghadapi tantangan regulasi dan pengawasan ketat.

Pendanaan perbankan masih menjadi sumber utama dalam penyaluran pembiayaan P2P lending, dengan kontribusi mencapai 60 persen pada Desember 2024. Angka ini juga menandakan peningkatan dibandingkan 59 persen pada November 2024. Bank digital secara khusus tampaknya mendominasi sektor ini, menurut laporan OJK.

Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, menyoroti bahwa meski ada maraknya fintech bermasalah akhir-akhir ini, hal tersebut belum berdampak signifikan pada peningkatan kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) bank. "Belum ada dampak signifikan terhadap NPL bank kita meskipun fenomena fintech bermasalah sedang marak. Namun, OJK tidak tinggal diam dan terus melakukan pengawasan yang mendalam," ujar Dian dalam keterangan resminya pada Senin, 24 Februari 2025.

Untuk memastikan keberlanjutan dan stabilitas sektor ini, OJK telah meminta bank-bank untuk meningkatkan kualitas pengelolaan risiko dan tata kelola dalam pemberian kredit melalui fintech P2P lending. "Kami meminta bank melakukan evaluasi komprehensif terhadap semua kerja sama dengan perusahaan fintech P2P lending. Ini mencakup penilaian kinerja dan kelayakan mitra fintech tersebut, serta memperkuat pengawasan dalam penyaluran kredit," tegas Dian.

Lebih lanjut, Dian menekankan pentingnya evaluasi dalam situasi di mana terjadi peningkatan signifikan pada NPL. "Jika NPL meningkat secara signifikan, kami mewajibkan bank untuk menghentikan sementara penyaluran kredit melalui fintech P2P lending dan melakukan evaluasi mendalam terhadap model bisnis yang ada," tambahnya.

Sebagai bagian dari upaya mengawal prinsip kehati-hatian, OJK juga menyoroti pentingnya evaluasi penetapan Risk Acceptance Criteria (RAC) untuk skema channeling. Proses analisis dalam pemberian kredit kepada end user perlu diperketat guna memastikan bahwa praktik pembiayaan sudah sesuai dengan prinsip prudential banking.

"OJK akan terus memantau secara intensif baik rencana maupun realisasi penyaluran kredit kepada fintech P2P lending di tahun 2025. Fokus utama kami adalah menjaga prinsip kehati-hatian dan memitigasi risiko kredit," pungkas Dian Ediana Rae.

Tren positif dalam pertumbuhan pembiayaan fintech P2P lending menandakan kemajuan yang signifikan dalam inklusi keuangan di Indonesia. Meski demikian, tantangan yang dihadapi termasuk meningkatnya kasus fintech bermasalah membuat pengawasan dan regulasi menjadi lebih penting dari sebelumnya. Langkah proaktif OJK dalam memantau dan mengawasi sektor ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan pesat fintech P2P lending yang berkelanjutan dan berkontribusi positif pada perekonomian nasional.

Sebagai informasi tambahan, sektor fintech di Indonesia memang tengah mengalami pertumbuhan pesat terutama dengan dukungan dari perbankan. Namun, risiko yang melekat pada pertumbuhan cepat ini menuntut OJK dan lembaga lainnya untuk lebih waspada agar sektor keuangan tetap stabil dan sehat. Di tengah semua ini, fintech P2P lending terus memberikan solusi pembiayaan alternatif bagi masyarakat yang selama ini belum terjangkau oleh layanan perbankan konvensional. Tren ini diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia ke depannya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index