Jakarta - Kabar penghapusan bahan bakar minyak (BBM) subsidi kembali menjadi pusat perhatian publik setelah Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan melontarkan pernyataan penting yang memicu diskusi luas. Dalam pernyataannya, Luhut memberikan sinyal kuat bahwa dalam dua tahun ke depan, atau tepatnya pada 2027, subsidi BBM mungkin tidak lagi berkisar pada komoditas, tetapi akan dialihkan ke penerima manfaat dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemikiran ini berangkat dari tujuan untuk berlaku satu harga di seluruh negeri, Senin, 24 Februari 2025.
Pertimbangan Luhut: Penghapusan Subsidi Komoditas
Luhut mengemukakan pandangan bahwa subsidi sebaiknya tidak lagi diterapkan secara luas pada barang seperti BBM Solar, melainkan dialokasikan langsung kepada individu yang memenuhi kriteria untuk menerimanya. "Mungkin dalam waktu dua tahun kita bisa menuju ke satu harga, tidak ada lagi subsidi untuk barang, seperti BBM Solar atau apapun. Subsidi akan diberikan untuk orang-orang yang memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi," ujar Luhut. Pandangan ini menandakan langkah signifikan dalam kebijakan energi nasional, menekankan pentingnya penyesuaian struktur subsidi agar lebih berfokus pada penerima yang benar-benar membutuhkan.
Respon dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menanggapi pernyataan Luhut dengan mengusulkan skema blending sebagai alternatif yang masuk akal untuk mempertahankan subsidi BBM. Skema ini diyakini bisa menjadi jalan tengah yang efektif untuk menerapkan perubahan. "Kemungkinan, salah satu potensi di antara alternatif, yang sudah hampir mendekati keputusan itu adalah skema blending," ucap Bahlil. Ini mengindikasikan adanya usaha untuk mencari solusi terbaik yang dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat tanpa harus menghapus subsidi sepenuhnya.
DPR: Subsidi BBM Tidak Bisa Dihapus Tanpa Persetujuan
Sementara diskusi seputar penghapusan subsidi terus berlanjut, Komisi XII DPR menyatakan bahwa setiap perubahan kebijakan yang terkait subsidi BBM harus melalui persetujuan legislatif. Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, menegaskan, "Tidak ada wacana penghapusan subsidi, dan mekanisme terkait subsidi harus mendapat persetujuan DPR RI. Karena subsidi itu melekat di APBN." Pernyataan ini menggarisbawahi peran penting DPR dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan subsidi.
Mengupayakan Subsidi BBM Tepat Sasaran
DPR, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto, menekankan perlunya subsidi yang tepat sasaran, agar langsung dirasakan oleh masyarakat yang paling membutuhkan. "Presiden ingin subsidi tepat sasaran, dan sampai kepada masyarakat kecil yang berhak. Kita akui masih ada yang tidak tepat sasaran, tapi kita ke depan akan benahi agar tepat sasaran," kata Bambang. Hal ini menegaskan komitmen pemerintah dalam memperbaiki sistem penyaluran subsidi agar lebih efektif dan efisien.
Klarifikasi Terkait Penghapusan Subsid
Di tengah perdebatan ini, Bambang Haryadi juga meluruskan bahwa Luhut bukan mengusulkan penghapusan subsidi sepenuhnya, melainkan reformasi skema subsidi. "Mungkin usul Pak Luhut, bukan penghapusan subsidi, tapi perbaikan skema agar subsidi tepat sasaran," jelasnya. Dalam pembahasan Raker tahun 2023 yang melibatkan Komisi VII dan Menteri ESDM Arifin Tasrif, dicapai kesepakatan bahwa penggunaan BBM subsidi, seperti pertalite, hanya diperuntukkan bagi sepeda motor dan angkutan umum, serta solar untuk angkutan sembako, nelayan, dan petani.
Penghapusan atau transformasi subsidi BBM menjadi salah satu isu yang paling banyak dibicarakan di tanah air saat ini. Berbagai pihak terlibat dalam diskusi strategis untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diimplementasikan tetap melindungi kepentingan rakyat kecil dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Di masa depan, pola subsidi yang terstruktur dan tepat sasaran diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.