JAKARTA - Kisah para petani di Kabupaten Lebak, Banten menjadi bukti nyata bahwa ketekunan dalam memilih jenis tanaman yang tepat mampu mengubah wajah ekonomi keluarga. Tanaman ketimun varietas bandana kini menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan bagi sejumlah petani di wilayah tersebut.
Bukan hanya hasil panennya yang melimpah, tetapi juga nilai ekonomi yang mampu dihasilkan dari tanaman hortikultura satu ini cukup mencengangkan. Dalam satu kali masa panen, petani bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp10 juta, dengan keuntungan bersih sekitar Rp6 juta setelah dikurangi biaya produksi.
“Kita mengembangkan tanaman hortikultura jenis ketimun bandana dan menguntungkan,” ujar Aminudin (50), petani asal Pasir Tanjung, Lebak.
Varietas ketimun yang digunakan ini didatangkan dari Jawa Timur. Dikenal sebagai benih unggul, ketimun bandana mampu menghasilkan panen dua ton dari lahan seluas 800 meter persegi atau empat petak tanam. Produktivitas ini lebih tinggi dibandingkan benih lokal yang sebelumnya hanya menghasilkan sekitar 1,5 ton.
Dengan harga jual ketimun di pasaran sekitar Rp5.000 per kilogram, total pendapatan yang bisa diperoleh mencapai Rp10 juta dalam waktu sekitar 40 hari masa tanam. Setelah dikurangi biaya pengelolaan sekitar Rp4 juta, keuntungan bersih yang dikantongi mencapai Rp6 juta.
“Pendapatan bersih Rp6 juta itu tentu mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga,” tambah Aminudin.
Pengalaman serupa juga dirasakan oleh Yana (55), petani dari Kecamatan Warunggunung. Ia mengaku ketimun bandana memiliki banyak keunggulan dibandingkan varietas lainnya, terutama dari sisi ketahanan terhadap serangan hama serta biaya pemeliharaan yang terjangkau.
Menurut Yana, pemupukan tidak harus menggunakan bahan kimia. Cukup dengan pupuk organik dari kotoran ternak seperti kerbau, sapi, maupun unggas yang telah difermentasi, tanaman tetap tumbuh subur dan siap panen dalam waktu singkat.
“Kami sekarang panen ketimun bandana sekitar dua ton dan ditampung pengepul Rp5.000 per kg, sehingga menghasilkan pendapatan Rp10 juta per musim panen,” ujar Yana bangga.
Dampak positif dari budidaya ketimun bandana ini tak hanya dirasakan individu petani, tetapi juga secara luas terhadap distribusi pasar lokal. Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Deni Iskandar, mengungkapkan bahwa saat ini pasokan ketimun untuk sejumlah pasar tradisional di daerah tersebut telah mampu dipenuhi oleh produksi petani lokal.
Dengan adanya peningkatan hasil produksi ini, pasokan ketimun dari luar daerah seperti Jawa Barat pun mulai berkurang. “Kami minta petani lokal terus meningkatkan produksi sayuran dataran rendah, seperti ketimun, pare, oyong, kacang panjang, terung, bayam, kangkung,” kata Deni.
Ia juga menjelaskan bahwa tanaman sayuran dataran rendah idealnya ditanam di area yang dekat dengan aliran sungai agar mudah mendapatkan pasokan air, baik melalui pompa air maupun jaringan irigasi. Kondisi geografis tersebut sangat mendukung keberhasilan budidaya hortikultura skala kecil hingga menengah.
Lebih lanjut, Deni menambahkan bahwa sayuran dataran rendah seperti ketimun memiliki siklus tanam yang pendek, hanya 40 hingga 60 hari, sehingga cocok sebagai komoditas yang dapat meningkatkan pendapatan jangka pendek.
“Kami mengapresiasi kehidupan ekonomi petani sayuran dataran rendah, termasuk ketimun bandana, yang dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga mereka,” ujar Deni.
Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan terhadap komoditas sayuran segar dari daerah Lebak meningkat. Petani kini tak hanya menyuplai ke pasar lokal, tetapi juga ke pasar besar seperti Pasar Induk Tanah Tinggi di Tangerang. Artinya, ruang pasar terbuka semakin luas dan memberi peluang bagi lebih banyak petani untuk ikut mengembangkan ketimun bandana.
Bagi para petani, kehadiran benih unggul seperti ketimun bandana membuka peluang yang lebih besar untuk meningkatkan taraf hidup. Mereka kini tidak hanya bertani untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk meraih kesejahteraan yang lebih baik.
Ketimun bandana pun menjadi simbol dari pertanian yang maju dan adaptif terhadap perubahan zaman. Dengan biaya produksi yang efisien, hasil panen yang tinggi, serta pasar yang terbuka lebar, tidak heran jika semakin banyak petani yang tertarik untuk beralih ke budidaya sayuran jenis ini.
Keberhasilan para petani Lebak dalam mengembangkan ketimun bandana juga mencerminkan pentingnya peran pendampingan dan edukasi dari pihak dinas pertanian. Kerja sama yang harmonis antara pemerintah dan petani terbukti mampu menghasilkan dampak nyata terhadap ekonomi lokal.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat direplikasi di daerah lain yang memiliki potensi serupa. Terutama di kawasan dengan kondisi geografis yang mendukung pertanian hortikultura, seperti wilayah dataran rendah yang dekat dengan sumber air.
Petani Lebak kini membuktikan bahwa pilihan komoditas yang tepat, didukung dengan pemeliharaan yang efisien dan akses pasar yang terbuka, dapat menjadi jalan keluar dari persoalan ekonomi keluarga. Ketimun bandana bukan sekadar sayuran biasa, melainkan representasi dari harapan, ketekunan, dan masa depan yang lebih baik bagi petani.