JAKARTA — Meski sudah lama digadang-gadang sebagai solusi kemacetan di jalur wisata Puncak, rencana pembangunan proyek Tol Puncak sepanjang 51,8 kilometer hingga kini belum juga menunjukkan tanda-tanda pelaksanaan. Padahal, banyak pihak terutama masyarakat dan pelaku pariwisata menaruh harapan besar pada proyek ini demi mengurai kepadatan lalu lintas yang tak kunjung reda.
Sudah menjadi pemandangan biasa, antrean kendaraan mengular di jalur Puncak setiap akhir pekan maupun hari libur panjang. Tak sedikit warga Jabodetabek yang menjadikan kawasan ini sebagai tujuan rekreasi atau tempat beristirahat di villa. Namun sayangnya, kepadatan arus lalu lintas yang terus terjadi dari waktu ke waktu masih belum menemukan solusi permanen.
Meski proyek jalan tol yang menghubungkan Caringin–Cianjur ini masuk dalam daftar pembangunan infrastruktur nasional, realisasinya kini mandek. Usut punya usut, penundaan ini bukan disebabkan oleh persoalan teknis di lapangan, melainkan karena adanya kebijakan baru di tingkat pusat. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mengeluarkan pernyataan untuk menghentikan proyek tol yang masih sebatas rencana atau belum masuk tahap lelang.
“Tol Puncak sepanjang 51,8 kilometer ini ternyata termasuk salah satu tol yang rencana pembangunannya dihentikan,” demikian informasi dari salah satu sumber yang mengikuti perkembangan proyek tersebut.
Di sisi lain, pemerintah tetap melanjutkan proyek jalan tol yang sudah masuk proses lelang seperti Tol Getaci. Kebijakan tersebut menciptakan ketimpangan nasib antarproyek tol di Indonesia. Sementara proyek-proyek yang sudah matang melaju, Tol Puncak yang masih dalam tahap perencanaan belum mendapatkan kepastian kelanjutan.
Padahal, jika dibangun, proyek ini diyakini dapat mengubah wajah lalu lintas dan pariwisata kawasan Puncak. Jalan tol itu akan membentang melalui beberapa titik strategis seperti Caringin, Megamendung, Cisarua, hingga Cianjur—yang semuanya dikenal sebagai pusat keramaian dan destinasi wisata utama. Misalnya, Megamendung dikenal sebagai kawasan villa favorit di kaki Gunung Gede, sementara Cisarua dan Cianjur memiliki objek wisata alam yang tak pernah sepi pengunjung.
Selain memberikan kenyamanan bagi wisatawan, keberadaan jalan tol ini juga akan berdampak positif pada sektor ekonomi lokal. Akses transportasi yang lebih lancar tentu akan mendorong pertumbuhan usaha, baik hotel, restoran, maupun UMKM. Pengusaha pariwisata berharap realisasi proyek ini bisa meningkatkan jumlah kunjungan dan lama tinggal wisatawan.
Namun, hingga awal Juli 2025, pembangunan masih belum dimulai. Kondisi ini membuat banyak warga bertanya-tanya mengenai komitmen pemerintah dalam menyelesaikan persoalan kemacetan kronis di jalur Puncak.
“Lalu lintas di daerah Puncak memang tiada hari tanpa macet. Selain adanya banyak tempat wisata, ada juga tempat makan serta penginapan,” ujar seorang warga Megamendung yang sehari-hari melintasi jalur tersebut.
Data dari kepolisian dan Dinas Perhubungan menunjukkan bahwa volume kendaraan yang melintas menuju Puncak bisa mencapai puluhan ribu setiap akhir pekan. Titik kemacetan mulai terasa sejak keluar Tol Jagorawi menuju Ciawi dan makin parah di kawasan Cisarua.
Sebagai upaya jangka pendek, kebijakan ganjil-genap kendaraan masih diterapkan untuk menekan lonjakan kendaraan. Namun langkah ini hanya bersifat sementara dan belum mampu menjawab kebutuhan jangka panjang. Masyarakat dan pelaku usaha menilai, proyek jalan tol tetap menjadi solusi paling rasional dan efektif.
Rencana trase Tol Puncak sendiri dirancang untuk menjangkau empat kawasan utama: Caringin, Megamendung, Cisarua, dan Cianjur. Rute tersebut tidak hanya penting bagi wisatawan, tetapi juga bagi konektivitas wilayah dari Bogor hingga ke Jawa Barat bagian selatan. Keberadaannya bisa memangkas waktu tempuh secara signifikan, mengurangi kepadatan, dan mempercepat distribusi barang dan jasa.
Dampak ekonominya pun tak bisa dianggap remeh. Infrastruktur jalan tol diyakini mampu membuka akses pasar baru, meningkatkan nilai tanah, serta memberi peluang pertumbuhan bisnis kecil di sepanjang jalurnya. Selain itu, sektor pariwisata yang menjadi andalan Puncak diperkirakan akan mengalami lonjakan karena kemudahan akses menjadi daya tarik tersendiri.
Sayangnya, semua itu masih tertahan oleh kebijakan pusat. Hingga pemerintah melakukan revisi atau pengecualian terhadap keputusan penghentian proyek tol yang belum dilelang, pembangunan Tol Puncak belum bisa dimulai.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah daerah seperti Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur didorong untuk lebih aktif menjalin komunikasi dengan pusat. Harapan publik terletak pada upaya diplomasi antara pemda dengan kementerian terkait agar proyek ini tidak terhenti secara permanen.
Masyarakat berharap pemerintah pusat mempertimbangkan kembali urgensi proyek ini. Dengan kemacetan yang semakin kronis dan ekonomi lokal yang bergantung pada sektor wisata, kehadiran Tol Puncak akan memberikan dampak besar yang tidak hanya menyangkut kenyamanan, tetapi juga pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana disampaikan oleh berbagai pihak, proyek ini sudah terlalu lama dinantikan. Meski masih dalam tahap rencana, proyek tol Puncak menyimpan potensi besar untuk membawa perubahan. Namun jika terus tertunda, dikhawatirkan masalah kemacetan dan stagnasi ekonomi lokal akan terus membelenggu kawasan wisata andalan ini.