JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menegaskan kembali bahwa tidak ada perebutan kekuasaan antara dirinya sebagai Ketua Dewan Pengawas dan Rosan Roeslani sebagai CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Menurut Erick, estruktur baru yang diberlakukan melalui UU BUMN tidak semestinya dipahami publik sebagai bentuk dominasi salah satu pihak, melainkan bentuk sinergi yang akan mempercepat pengambilan keputusan strategis.
Dalam acara Indonesia Economic Outlook 2025, Erick menjelaskan bahwa pengelolaan investasi Danantara dijalankan secara profesional, dengan kewenangan yang jelas dan telah sesuai regulasi. “Sekarang sudah tidak perlu dividen policy approval ini, approval ini, langsung ke Pak Rosan, saya cuma, oke Pak?Rosan tinggal investasinya apa? Visinya apa? Jadi jangan seakan-akan ada anggapan di publik, ini jangan-jangan perebutan kekuasaan, enggak, kita orang market, kita sama-sama orang private sector dan kita ngerti job?nya,” kata Erick.
Struktur dan Pembagian Wewenang yang Jelas
Menurut Erick, pembagian tugas antara Dewan Pengawas dan CEO Danantara tertuang jelas di dalam peraturan hukum. Ia menyatakan, akan ada aturan yang menjadi acuan kapan CEO bertindak sendiri, kapan Dewan Pengawas ikut serta, dan kapan persetujuan bersama dibutuhkan. “Dan kita akan nanti punya hal yang sesuai dengan undang?undang mana yang Pak Rosan tidak perlu approval, mana yang saya approval, mana yang harus approval bersama, atau saya approval,” tambahnya.
Lebih lanjut, Erick optimistis struktur ini justru akan mempercepat pengambilan keputusan, berbeda dari praktik lama di BUMN yang memerlukan banyak lapisan persetujuan. “Nah, hal?hal seperti ini yang saya rasa ini justru menjadi percepatan. Dan ini hal yang positif yang selama ini kami di BUMN tidak punya luxury itu,” ujarnya.
CEO Rosan Roeslani Siap Kolaborasi dengan Erick Thohir
Menyikapi isu sinergi dan otoritas, CEO BPI Danantara Rosan Roeslani menyatakan kesiapannya untuk berkolaborasi dekat dengan Kementerian BUMN. Ia mengatakan bahwa kerja sama terjadi dalam banyak aspek, termasuk proyeksi investasi dan anggaran. “Justru antara Danantara dan Kementerian BUMN ini kita bersinergi, kolaborasinya justru makin akan makin penting dan makin dekat menurut saya, karena memang kita membicarakan proyeksinya, anggaran seperti apa, ini kita bicara bersama,” jelas Rosan.
Latar Belakang Legal dan Politik Pembentukan Danantara
Pembentukan BPI Danantara merupakan hasil amandemen Undang-Undang BUMN (UU No. 19/2003) yang disahkan 4 Februari 2025. Undang-undang baru ini menetapkan struktur dua tingkat yaitu Dewan Pengawas dan Pelaksana, serta menegaskan bahwa pemegang kekuasaan berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. UU menyebut Menteri BUMN sebagai Ketua Dewan Pengawas dan perwakilan dari Kementerian Keuangan serta pejabat lain juga akan duduk sebagai anggota.
Presiden Prabowo sendiri secara resmi menunjuk Erick Thohir sebagai Ketua Dewan Pengawas, dibantu oleh Wakil Ketua Muliaman Hadad. Dengan latar belakang tersebut, struktur BPI Danantara secara formal mengalihkan sebagian besar kewenangan pengelolaan investasi dari Menteri BUMN kepada lembaga independen ini, dengan Erick sebagai pengawas utama.
Aset Fantastis, Tantangan Pengawasan dan Transparansi
Danantara diamanatkan mengelola aset BUMN strategis yang nilainya diperkirakan mencapai USD 900 miliar (sekitar Rp14.000 triliun). Dengan nilai aset sedemikian besar, isu pengawasan menjadi sangat vital. Erick dan Rosan menegaskan bahwa Danantara harus bebas dari korupsi, dengan mekanisme audit terbuka oleh lembaga seperti KPK, BPK, dan melibatkan pengawasan dari berbagai pihak, termasuk ormas keagamaan & tokoh nasional serta mantan presiden seperti SBY, Jokowi, hingga mantan PM Inggris Tony Blair.
Reddit memuat respons mengenai audit dan transparansi, mencatat bahwa KPK bisa datang kapan saja jika ditemukan penyimpangan, dan BPK akan menjalankan kewajibannya untuk publik.
Prabowo: Bersih dari Korupsi Jadi Komitmen Utama
Dalam peluncuran resmi Danantara pada 24 Februari 2025 di Istana, Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmennya untuk melawan korupsi tanpa pandang bulu. “Saya akan melawan korupsi dengan sekeras-kerasnya dan dengan segala tenaga dan upaya yang bisa saya kerahkan tanpa pandang bulu,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa prinsip ini menjadi pondasi pengelolaan Danantara.
Sinergi Erick Thohir Rosan: Modal Otoritas dan Ekspetasi Publik
Penunjukan Rosan Roeslani, diyakini karena rekam jejaknya sebagai Menteri Investasi dan Kepala BKPM, menjadi CEO Danantara. Erick Thohir memegang peranan sebagai pengawas strategis di balik layar. Kolaborasi mereka mencerminkan model pembagian peran: eksekusi di tangan Rosan, dan pengawasan/kebijakan dalam domain Erick.
Menurut Erick, sistem ini akan meminimalkan birokrasi, mempercepat pengambilan keputusan, serta memaksimalkan efisiensi pengelolaan dana besar Ini “justru menjadi percepatan” yang selama ini BUMN tidak miliki.
Kekhawatiran Publik dan Tantangan Transparansi
Meski struktur ini dirancang untuk efisiensi dan akuntabilitas, beberapa pihak tetap meragukan, menyebut perlunya pemasangan checks and balances yang kuat. Sebagian netizen di Reddit mempertanyakan potensi konflik kepentingan, serta batasan audit oleh lembaga independen .
Redditor juga menyoroti bahwa pelibatan tokoh asing seperti Tony Blair sebagai penasihat menimbulkan pro dan kontra meski ditafsirkan sebagai upaya internasionalisasi image Danantara, dicanangkan sebagai “Sovereign Wealth Fund ala Temasek”.
Erick Thohir sebagai Katalis Transformasi BUMN
Dengan dasar legislasi dan mandat presiden, Erick Thohir kini duduk sebagai Ketua Dewan Pengawas BPI Danantara, mengambil peran strategis dalam kerangka restrukturisasi dan optimalisasi aset BUMN. Ia tak hanya memimpin sinyal reformasi, tetapi juga meyakinkan publik bahwa struktur ini bukan perebutan kekuasaan, melainkan model kerja sama yang dirancang untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan investasi strategis.
Kata kunci Erick?Thohir kini menempel erat pada transformasi BUMN melalui superholding Danantara, sebuah pengakuan bahwa era bisnis pelat merah memasuki babak baru: kebijakan cepat, akuntabilitas tinggi, dan integrasi kliring investasi. Meski masih ada tantangan dalam membangun kepercayaan publik, Erick dan Rosan berupaya menancapkan pijakan sinergi profesional yang transparan.