JAKARTA — Anggota Komisi V DPR RI, Reni Astuti, menegaskan urgensi percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Transportasi Online sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi oleh pengemudi ojek online (ojol) serta pengaturan yang adil bagi aplikator penyedia layanan. Hal ini disampaikan dalam Forum Legislasi bertajuk “Efisiensi RUU Transportasi Online” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bersama Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung DPR, Jakarta.
Reni Astuti menyatakan bahwa proses legislasi RUU ini tidak boleh berlarut-larut. “Kalau menunggu undang-undang transportasi online, saya khawatir masih lama. Padahal ini penting dan harus segera. Makanya kemarin saya usulkan agar Komisi V segera membentuk panja (panitia kerja). Panja ini akan mendalami permasalahan, mencari solusi, hingga menghasilkan rekomendasi konkret,” ujar Reni.
Pembentukan Panja diharapkan menjadi langkah strategis untuk memastikan RUU Transportasi Online dapat masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini, sehingga pembahasan dapat dimulai dan dituntaskan tanpa hambatan birokrasi yang berarti.
Perlindungan Pengemudi dan Keadilan bagi Aplikator
RUU Transportasi Online yang sedang disiapkan ini bertujuan memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi para driver ojol yang selama ini menghadapi berbagai kendala, mulai dari ketidakpastian tarif, aturan kerja yang tidak adil, hingga perlindungan sosial yang minim. Selain itu, regulasi ini juga diharapkan dapat mengatur aplikator secara seimbang, agar bisnis mereka tetap tumbuh tanpa harus mengeksploitasi pengemudi.
Reni menegaskan pentingnya sanksi bagi aplikator yang melakukan pelanggaran, namun hal tersebut harus diterapkan dengan prinsip tidak memutus mata pencaharian para driver. “Saya berharap sanksi tegas tetap dilakukan, tetapi jangan sampai mata pencaharian driver ojol diputus. Ini juga perlu kehati-hatian,” kata Reni.
Peran Kementerian Komunikasi dan Digital dalam Pengawasan Aplikator
Reni juga menyoroti peran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam memberikan sanksi, termasuk kemungkinan pemblokiran akses terhadap aplikator yang melanggar ketentuan. Namun, kebijakan pemblokiran tersebut harus mempertimbangkan dampak sosial yang lebih luas, terutama terhadap kehidupan para pengemudi yang menggantungkan hidup dari layanan tersebut.
“Kalau dilakukan pemblokiran, saya khawatir akan berdampak pada kehidupan pengemudi. Jadi harus bijak. Harus ada keadilan,” ujarnya.
Menurut Reni, pemblokiran yang dilakukan tanpa kajian mendalam berpotensi memperparah kondisi sosial-ekonomi para driver yang rentan terhadap kehilangan penghasilan.
Dorongan untuk Keadilan dan Kesejahteraan Bersama
Dalam forum tersebut, Reni mengajak seluruh pihak yang terlibat dalam ekosistem transportasi online untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama. Dia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, DPR, aplikator, serta pengemudi untuk menciptakan regulasi yang solutif dan berkeadilan.
“Kita tidak hanya berdiskusi, tapi juga harus bisa mendorong dan membantu para driver. Kalau pun aplikator ini sebagai entitas usaha tumbuh, mereka tetap harus diberi kesempatan. Tapi jangan ada eksploitasi, pemerasan, atau ketidakadilan,” tegas Reni.
Partisipasi DPR dan Narasumber dalam Forum Legislasi
Forum Legislasi “Efisiensi RUU Transportasi Online” menghadirkan sejumlah narasumber penting, di antaranya Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu dan Mori Hanafi, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Aan Suhanan, serta perwakilan komunitas ojol Raden Igun Wicaksono dan pengamat transportasi Darmaningtyas.
Diskusi berjalan interaktif dan menunjukkan keseriusan DPR dalam menyerap aspirasi masyarakat dan pelaku sektor transportasi daring. Pembahasan yang konstruktif diharapkan dapat mempercepat lahirnya regulasi yang mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak secara adil dan proporsional.
Kondisi Aktual Transportasi Online di Indonesia
Transportasi online di Indonesia telah menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat modern, terutama di kota-kota besar. Namun, dalam perkembangannya, banyak pengemudi menghadapi tekanan seperti ketidakjelasan penghasilan, kebijakan tarif yang berubah-ubah tanpa konsultasi, serta perlakuan yang kadang timpang dari aplikator.
Situasi ini memicu kebutuhan regulasi yang dapat mengatur aspek teknis dan perlindungan sosial secara menyeluruh. RUU Transportasi Online hadir sebagai upaya mengatur hubungan hukum antara driver, aplikator, dan pemerintah, serta menegakkan standar keadilan dalam ekosistem tersebut.
Harapan dan Tantangan Legislasi
Dengan berbagai permasalahan yang ada, percepatan pembahasan RUU Transportasi Online menjadi krusial. Namun, Reni dan kolega di Komisi V menyadari bahwa pembentukan regulasi yang baik membutuhkan riset mendalam, dialog terbuka dengan pemangku kepentingan, serta mekanisme pengawasan yang kuat.
Selain itu, pemerintah harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi agar regulasi tidak justru memberatkan pengemudi yang mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah. Sinergi antara Komisi V DPR, kementerian terkait, serta para aplikator dan komunitas pengemudi menjadi kunci keberhasilan regulasi ini.
RUU Transportasi Online merupakan jawaban atas tantangan dan persoalan yang sudah lama dirasakan para pengemudi ojol dan juga aplikator di Indonesia. Dengan percepatan pembahasan melalui Panja, DPR berharap dapat menghasilkan undang-undang yang tidak hanya melindungi hak para driver tetapi juga memberikan aturan main yang adil bagi aplikator. Penegakan sanksi yang proporsional serta keterlibatan kementerian terkait seperti Kominfo dalam pengawasan menjadi bagian penting agar regulasi ini berjalan efektif dan tidak merugikan salah satu pihak.
“RUU ini bukan hanya soal regulasi, tapi juga soal keadilan sosial dan ekonomi bagi jutaan pengemudi yang menjadi tulang punggung transportasi modern di Indonesia,” tutup Reni Astuti.