JAKARTA - Apa itu bea cukai? Dalam perdagangan internasional, pelaku bisnis dan masyarakat umum pasti sudah familiar dengan istilah bea cukai terkait ekspor-impor barang.
Bea cukai mengacu pada lembaga yang bertanggung jawab mengatur proses ini, yang dikenal dengan istilah kepabeanan. Secara umum, istilah bea cukai terbagi menjadi dua pengertian yang berbeda.
Bea adalah pungutan yang dikenakan oleh pemerintah terhadap barang yang diekspor atau diimpor. Sedangkan cukai adalah pungutan untuk barang-barang tertentu yang memiliki karakteristik khusus, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Banyak orang yang terlibat langsung dengan bea cukai, namun tidak sepenuhnya memahami lebih dalam tentang hal ini.
Untuk itu, agar lebih memahami apa itu bea cukai, simaklah informasi lebih lanjut yang akan dijelaskan dalam artikel ini.
Apa Itu Bea Cukai?
Apa itu bea cukai? Istilah ini merujuk pada lembaga yang mengelola urusan ekspor dan impor barang, dan kerap muncul dalam berbagai pemberitaan, bahkan di kalangan masyarakat umum.
Secara umum, bea cukai mencakup pungutan yang diberlakukan pemerintah terhadap barang-barang yang keluar masuk wilayah negara, termasuk barang dengan sifat tertentu sesuai aturan hukum.
Lembaga yang mengatur urusan ini dikenal sebagai kepabeanan, dengan peran utama mengawasi pergerakan barang lintas batas negara sekaligus memungut bea sesuai ketentuan.
Hampir semua negara, termasuk Indonesia, memiliki lembaga ini sebagai bagian dari struktur kenegaraan.
Fungsi bea cukai pun bisa disandingkan dengan institusi penting lainnya seperti militer, kepolisian, dan pengadilan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan sejak berdirinya suatu negara.
Pengertian Bea Cukai Menurut Para Ahli
Berikut ini adalah pemaparan mengenai pengertian bea cukai berdasarkan pandangan dari beberapa sumber otoritatif:
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Menurut KBBI, istilah "bea cukai" terdiri dari dua kata dengan makna yang berbeda. "Bea" berarti pajak, ongkos, atau biaya, sedangkan "cukai" berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut pajak.
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa bea cukai adalah segala bentuk biaya atau pungutan yang berhubungan dengan pajak terhadap suatu barang atau aktivitas tertentu.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
Menurut DJBC, konsep bea cukai sudah dikenal sejak masa penjajahan Belanda, saat itu dikenal dengan istilah douane.
Bahkan pada masa Kerajaan Majapahit, kegiatan serupa sudah dilakukan oleh para pedagang karena banyaknya barang yang datang dari luar daerah.
Dalam struktur modern, bea cukai berada di bawah sistem kepabeanan—sebuah kerangka yang menjadi induk dari bea dan cukai itu sendiri. Saat ini istilah customs lebih umum digunakan secara internasional.
Objek yang dikenai cukai biasanya memiliki karakteristik tertentu seperti cerutu, minuman beralkohol, dan sejenisnya.
Barang-barang ini dikenai biaya tinggi untuk membatasi peredarannya secara bebas dan mencegah dampak negatif di masyarakat.
Kurangnya pemahaman tentang aturan ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan penyelundupan.
Oleh karena itu, keberadaan bea cukai sangat penting dalam mengatur dan mengawasi peredaran barang tertentu demi kepentingan umum.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa bea merupakan pungutan resmi negara terhadap barang ekspor maupun impor.
Sedangkan cukai adalah pungutan terhadap barang-barang yang memiliki karakter atau sifat tertentu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Karakteristik tersebut antara lain menyangkut barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya diawasi, atau memiliki dampak negatif jika digunakan secara bebas oleh masyarakat.
Selain itu, barang-barang mewah juga termasuk dalam kategori yang dikenakan cukai tinggi.
Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk memahami jenis barang yang dibawa atau digunakan, agar tidak terkena denda atau sanksi akibat kurangnya informasi dari pihak bea cukai.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
Menurut Kemenkeu, bea cukai merupakan bentuk pungutan negara yang dibayarkan sesuai dengan aktivitas transaksi tertentu.
Dana yang terkumpul dari pungutan ini akan kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik lainnya.
Bea masuk, sebagai bagian dari bea cukai, dikenakan untuk melindungi produk dalam negeri dari persaingan barang impor yang serupa, sehingga menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Sejarah Bea Cukai
Sejarah bea cukai di Indonesia sebenarnya telah dimulai jauh sebelum masa penjajahan Belanda, yakni sejak era kerajaan. Namun, belum ditemukan bukti yang secara konkret menunjukkan keberadaan sistem tersebut pada masa itu.
Keberadaan dokumentasi yang lebih jelas baru muncul saat kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), yang menandai awal mula tercatatnya aktivitas lembaga terkait pengawasan barang masuk dan keluar.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, petugas bea cukai dikenal dengan sebutan dovane, sedangkan nama resmi lembaganya saat itu adalah De Dienst der Invoer en Uivoerrenchten en Accijnzen (I.U&A) yang berarti “Dinas Bea Impor dan Bea Ekspor serta Cukai.”
Tugas utama lembaga ini mencakup pengambilan pungutan atas barang-barang ekspor, impor, serta barang-barang yang terkena cukai.
Ketika Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang (Nippon), terjadi perubahan besar dalam fungsi lembaga ini. Selama masa tersebut, kegiatan pemungutan bea ekspor dan impor dihentikan, dan lembaga hanya mengelola cukai.
Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, pemerintah mendirikan kembali lembaga ini pada 1 Oktober 1946 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai. Tanggal ini kemudian dikenal sebagai hari lahir bea cukai di Indonesia.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1948, nama lembaga diubah menjadi Jawatan Bea dan Cukai, dan nama ini digunakan hingga tahun 1965.
Setelah itu, terjadi perubahan nama lagi menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang hingga kini masih digunakan sebagai identitas resmi lembaga tersebut.
Kebijakan Bea Cukai
Berikut adalah penjabaran kebijakan bea cukai yang terbagi menjadi dua bidang utama, yaitu bidang ekspor dan bidang cukai, sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan:
Kebijakan di Bidang Ekspor
-Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, sebagai perubahan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1995 mengenai Kepabeanan, yang mengatur berbagai aspek ekspor termasuk kewajiban dan ketentuan bea keluar.
-Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008, yang menetapkan ketentuan mengenai pengenaan bea keluar atas barang ekspor tertentu.
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007, yang kemudian diubah beberapa kali hingga PMK No. 145/PMK.04/2014, mengatur tata cara pelaksanaan kepabeanan di bidang ekspor.
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008, yang juga mengalami perubahan hingga PMK No. 86/PMK.04/2016, mengenai tata cara pemungutan bea keluar atas barang ekspor.
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.04/2015, yang mengatur pengawasan terhadap barang ekspor dan impor yang termasuk dalam kategori dilarang atau dibatasi.
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.010/2017, yang menetapkan daftar barang ekspor yang dikenakan bea keluar beserta tarifnya.
-Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-32/BC/2014, yang kemudian disempurnakan dengan PER-29/BC/2016, mengatur tata laksana kegiatan kepabeanan di bidang ekspor.
-Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-41/BC/2008, yang juga mengalami pembaruan hingga PER-34/BC/2016, terkait tata cara pemberitahuan pabean untuk ekspor.
Kebijakan di Bidang Cukai
-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, menjadi dasar hukum dalam pengenaan cukai atas barang-barang tertentu.
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.011/2010, menetapkan tarif cukai untuk produk alkohol, minuman beralkohol, dan konsentrat yang mengandung etil alkohol.
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009, yang mengatur tarif cukai terhadap produk hasil tembakau.
-Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-43/BC/2009, yang memuat tata cara penetapan tarif cukai untuk hasil tembakau.
-Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-22/BC/2010, yang menetapkan tata cara pemungutan cukai untuk etil alkohol, minuman yang mengandung alkohol, serta konsentrat yang mengandung alkohol.
Tugas Pokok Ditjen Bea dan Cukai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berada di bawah naungan Kementerian Keuangan dan dipimpin langsung oleh seorang Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Lembaga ini memiliki tanggung jawab utama dalam merumuskan serta menjalankan kebijakan yang berkaitan dengan pengawasan, penegakan hukum, pelayanan, dan optimalisasi penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai.
Seluruh tugas tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi Ditjen Bea dan Cukai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki peran yang sangat vital dalam mendukung berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut adalah fungsi utama lembaga ini sebagaimana dijelaskan oleh situs resmi Ditjen Bea dan Cukai:
-Mendorong pertumbuhan industri dalam negeri melalui penerapan fasilitas kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran agar dapat meningkatkan daya saing nasional.
-Menciptakan iklim usaha dan investasi yang sehat, dengan memperlancar arus logistik ekspor-impor lewat penyederhanaan prosedur serta penggunaan sistem manajemen risiko yang andal.
-Melindungi masyarakat, industri lokal, dan kepentingan nasional, dengan cara mengawasi dan mencegah masuknya barang impor serta keluarnya barang ekspor yang berisiko menimbulkan dampak negatif dan telah dibatasi oleh regulasi.
-Melakukan pengawasan terhadap aktivitas ekspor-impor dan kegiatan lain di bidang kepabeanan dan cukai secara efektif dan efisien, melalui penerapan sistem intelijen, penyidikan yang kuat, audit yang tepat, serta penegakan hukum yang tegas.
-Mengatur dan mengendalikan produksi, distribusi, dan konsumsi barang tertentu yang berpotensi membahayakan kesehatan, lingkungan, keamanan, dan ketertiban umum, dengan menggunakan instrumen cukai yang mempertimbangkan aspek keadilan dan keseimbangan.
-Mengoptimalkan penerimaan negara melalui bea masuk, bea keluar, dan cukai, guna mendukung keberlangsungan pembangunan nasional.
Sinergi Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak
Sebagai dua unit kerja di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) dan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) secara konsisten menjalin kolaborasi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat serta mendukung peningkatan penerimaan negara.
Pada tahun ini, sinergi antara kedua lembaga tersebut diwujudkan melalui peluncuran tiga program utama yang dirancang untuk mempermudah kegiatan usaha dan investasi di Indonesia. Ketiga program tersebut meliputi:
-Joint endorsement
-Joint assistance
-Penerapan Free Trade Zone di wilayah Batam
Sebelumnya, para pelaku usaha harus mengurus dokumen secara terpisah ke kantor Bea Cukai dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yang tentu saja memakan waktu dan kurang efisien.
Namun dengan adanya integrasi sistem elektronik dalam program ini, proses pengurusan dokumen menjadi jauh lebih cepat dan praktis.
Program-program tersebut juga mencakup pengawasan terhadap kegiatan perpajakan yang berkaitan dengan ekspor-impor, serta pengawasan terhadap wajib pajak yang beroperasi di kawasan tertentu, termasuk zona perdagangan bebas.
Sebagai penutup, dengan memahami apa itu bea cukai, kita dapat lebih bijak dalam mendukung kelancaran perdagangan dan penerimaan negara.