Garuda Indonesia Hentikan Operasional 15 Pesawat karena Krisis Suku Cadang, Termasuk Armada Citilink

Garuda Indonesia Hentikan Operasional 15 Pesawat karena Krisis Suku Cadang, Termasuk Armada Citilink
Garuda Indonesia Hentikan Operasional 15 Pesawat karena Krisis Suku Cadang, Termasuk Armada Citilink

JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengambil langkah signifikan dengan menghentikan operasional sementara sebanyak 15 unit pesawat, termasuk milik anak usahanya, Citilink Indonesia. Kebijakan ini dilakukan akibat kendala serius dalam pengadaan suku cadang pesawat yang dipicu gangguan rantai pasok global.

Direktur Teknik Garuda Indonesia, Rahmat Hanafi, menjelaskan bahwa gangguan rantai pasok telah memengaruhi pelaksanaan pemeliharaan rutin armada, khususnya perawatan besar atau heavy maintenance. Situasi ini menyebabkan sejumlah pesawat harus menunggu lebih lama untuk kembali mengudara.

"Sebanyak satu pesawat Garuda dan 14 pesawat Citilink saat ini belum dapat dioperasikan karena sedang menunggu ketersediaan suku cadang untuk perawatan intensif," ungkap Rahmat dalam pernyataan resminya.

Ia menambahkan, masalah ini bukan hanya dialami oleh Garuda Indonesia, namun merupakan tantangan global yang sedang dihadapi oleh hampir seluruh pelaku industri penerbangan. Setelah pandemi, krisis pasokan suku cadang mengakibatkan antrean perawatan semakin panjang dan rumit.

Meskipun demikian, Rahmat menegaskan bahwa Garuda Indonesia tetap berkomitmen terhadap aspek keselamatan dan kelaikan udara sesuai standar otoritas penerbangan. "Kami memastikan seluruh armada yang saat ini menjalani perawatan akan kembali dioperasikan setelah seluruh proses pemeliharaan tuntas tahun ini," katanya.

Masalah Rantai Pasok Global Masih Berlanjut

Krisis rantai pasok global menjadi hambatan utama bagi banyak maskapai di dunia, termasuk Indonesia. Pemulihan industri penerbangan pascapandemi menghadapi kendala serius pada suplai komponen teknis pesawat seperti mesin, sistem avionik, dan komponen struktur utama. Hal ini berdampak langsung pada efisiensi operasional dan ketersediaan jadwal penerbangan.

Di sisi lain, laporan dari Bloomberg turut menyebutkan bahwa penghentian sementara ini bukan hanya disebabkan oleh masalah teknis, namun juga kondisi keuangan Garuda Indonesia yang masih dalam tahap pemulihan. Beberapa pemasok disebut meminta pembayaran di muka atas layanan dan suku cadang, seiring kekhawatiran terhadap kestabilan keuangan perusahaan pelat merah tersebut.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan baru di kalangan publik dan pengamat industri, terkait keberlangsungan program pemulihan Garuda Indonesia yang sempat mencatatkan kinerja positif setelah restrukturisasi pascapandemi. Namun tantangan keuangan dan teknis ini menunjukkan bahwa pemulihan tersebut belum sepenuhnya stabil.

Risiko Gangguan Layanan Penerbangan

Dengan dihentikannya 15 unit armada, termasuk mayoritas dari Citilink, potensi gangguan terhadap jadwal penerbangan di dalam negeri tak terelakkan. Penurunan jumlah armada operasional akan menekan kapasitas angkut dan bisa berdampak pada harga tiket, serta kenyamanan penumpang.

Namun pihak Garuda Indonesia memastikan bahwa mereka akan menyesuaikan jadwal penerbangan dan mengoptimalkan pesawat yang masih beroperasi agar layanan kepada masyarakat tetap berjalan secara maksimal.

"Penyesuaian jadwal akan kami lakukan secara selektif dan berorientasi pada efisiensi operasional tanpa mengorbankan kenyamanan penumpang," jelas Rahmat.

Tekanan Finansial Masih Membayangi

Dalam laporan keuangannya, Garuda Indonesia mencatat kerugian sebesar Rp1,15 triliun pada tahun 2024 akibat meningkatnya beban usaha dan fluktuasi harga bahan bakar. Meski telah berhasil keluar dari proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), tantangan keuangan tetap menghantui, terlebih di tengah tingginya permintaan pasar pada musim puncak perjalanan.

Langkah penghentian operasional sebagian pesawat ini pun dinilai sebagai bagian dari strategi efisiensi untuk menekan biaya operasional sekaligus menyesuaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan saat ini.

Sejumlah analis mengingatkan agar Garuda Indonesia segera memperkuat arus kas, menyelesaikan kewajiban terhadap mitra penyedia suku cadang, serta mencari solusi jangka panjang untuk mengatasi ketergantungan pada pasokan komponen dari luar negeri.

Komitmen Garuda Indonesia Tetap Diutamakan

Di tengah sorotan ini, Garuda Indonesia tetap menegaskan komitmennya dalam memberikan pelayanan penerbangan yang aman dan nyaman. Kendati menghadapi tekanan dari berbagai sisi, perusahaan pelat merah ini berharap dapat menyelesaikan seluruh proses perawatan armada secara bertahap dan kembali mengoptimalkan layanan secara penuh sebelum akhir tahun 2025.

"Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan penumpang. Seluruh upaya kami lakukan untuk memastikan bahwa armada yang beroperasi adalah yang terbaik dalam aspek keselamatan dan kenyamanan," tutup Rahmat Hanafi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index