Jakarta - Memasuki tahun 2025, pemerintah Indonesia masih belum menyelesaikan peraturan pemerintah (PP) mengenai aset kripto, yang ditujukan untuk mengatur proses peralihan pengawasan dan pengaturan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kondisi ini memunculkan keresahan di kalangan pelaku industri dan pengamat regulasi keuangan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang No 4 Tahun 2022 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), pengalihan wewenang ini harus sudah sepenuhnya terlaksana paling lambat 24 bulan setelah undang-undang tersebut diresmikan pada 12 Januari 2023, yakni pada 12 Januari 2025. Sayangnya, hingga kini, landasan hukum dalam bentuk PP yang menjelaskan tata cara peralihan ini masih belum diterbitkan, Kamis, 2 Januari 2025.
Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, mengungkapkan bahwa PP terkait aset kripto, yang akan menjadi payung hukum peralihan dari Bappebti ke OJK, sudah dalam pembahasan dan persiapan formal. "Kita persiapan untuk transisi dari Bappebti di bawah Kemendag kepada OJK. Tadi saya sempat diskusi singkat dengan Menteri Perdagangan untuk melakukan proses itu dalam format yang resmi sebenarnya dalam kerja sama dan sinergi selama ini," kata Mahendra dalam acara "Peresmian Perdagangan 2025" di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, pada tanggal 2 Januari 2025.
Mahendra menambahkan, diskusi terkait transisi ini sudah dilakukan bahkan sebelum PP tersebut resmi diterbitkan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa ketika PP keluar, semua pihak terkait sudah siap secara legal dan operasional untuk melakukan transisi pengawasan tersebut. "Dengan adanya PP aset kripto itu, maka secara resmi tadi sudah memiliki landasan hukumnya," sambung Mahendra.
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menyatakan dukungannya terhadap proses transisi ini, sembari berharap bahwa peraturan tersebut dapat segera dirampungkan agar tidak ada kekosongan hukum yang mungkin menghalangi perkembangan industri aset kripto di Indonesia. Pemerintah menyadari pentingnya regulasi yang tepat untuk mendukung pertumbuhan industri teknologi finansial, terutama di era digital yang terus berkembang saat ini.
Akademisi dan pelaku industri juga menyoroti pentingnya percepatan penyelesaian PP tersebut. Dimas Prasetyo, seorang pengamat ekonomi digital, mengatakan, “Tanpa adanya kepastian hukum, industri aset kripto di Indonesia mungkin akan mengalami ketidakstabilan. OJK dan Bappebti harus memastikan bahwa transisi berjalan mulus dan sesuai jadwal, mengingat sensitifnya pengelolaan aset digital ini.”
Sementara itu, para pelaku industri kripto di Indonesia berharap bahwa peraturan ini akan memberikan kepastian dan kejelasan arah pada regulator serta pelaku pasar. Penerbitan PP ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri kripto yang lebih sehat dan inovatif.
Indonesia adalah salah satu negara yang menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam penggunaan dan investasi kripto di dunia. Namun, tanpa peraturan yang jelas, investor dan perusahaan menghadapi risiko tinggi dan ketidakpastian dalam beroperasi. Oleh karena itu, percepatan regulasi ini menjadi sangat mendesak untuk menjaga kepercayaan investor dan mendorong inovasi dalam sektor ini.
Keterlambatan ini menimbulkan berbagai spekulasi mengenai kendala yang dihadapi pemerintah dalam menyelesaikan peraturan tersebut. Namun, OJK dan Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk menyelesaikan peraturan ini dengan segera. Hari-hari mendatang akan krusial bagi industri kripto di Indonesia, di mana banyak pihak berharap penyelesaian yang cepat dan tepat dari masalah ini.
Dengan keluarnya peraturan yang mengatur peralihan pengawasan ini, Indonesia diharapkan mampu menciptakan iklim investasi yang lebih baik serta melindungi kepentingan konsumen di tengah kemajuan pesat teknologi finansial yang berbasis digital. Perhatian pemerintah terhadap pengembangan aset kripto ini menunjukkan keseriusan dalam mengikuti arus digitalisasi global dan potensi ekonomi yang dapat didorong olehnya.