Jakarta - Indonesia saat ini berada di persimpangan yang sangat kritis dalam pengembangan energi terbarukan. Meskipun dikenal memiliki potensi energi terbarukan terbesar di Asia Tenggara, ketergantungan negara kita pada bahan bakar fosil masih sangat dominan. Data terkini menunjukkan bahwa sampai dengan Februari 2025, bauran energi terbarukan Indonesia baru menyentuh angka 14,5%, jauh tertinggal dari target ambisius 23% yang telah ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Kebutuhan untuk mengejar ketertinggalan ini semakin mendesak, dan solusi nyata yang dapat mewujudkannya adalah melalui edukasi dan kolaborasi lintas sektor, Senin, 10 Maret 2025.
Potensi Energi Terpendam
Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar dalam hal energi terbarukan. Menurut kajian dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), potensi tenaga surya kita berada di angka 207 gigawatt (GW), diikuti oleh tenaga angin sekitar 60 GW, dan bioenergi dari limbah pertanian serta kehutanan yang memberikan sumbangan puluhan GW lainnya. Namun, hingga saat ini, potensi tersebut tampaknya masih terpendam dan belum tergarap secara optimal.
Hasil riset dari Institute for Essential Services Reform (IESR) tahun 2024 mengungkapkan fakta yang cukup mengkhawatirkan mengenai tingkat literasi energi masyarakat. Hanya 35% rumah tangga di daerah perkotaan yang memahami teknologi energi bersih seperti panel surya. Lebih parah lagi, di daerah pedesaan, tingkat pemahaman ini jauh lebih rendah. Tanpa pemahaman yang memadai dari masyarakat, potensi besar ini hanya akan menjadi angka statistik. Oleh karena itu, edukasi memegang peranan kunci sebagai jembatan untuk mengubah angka-angka tersebut menjadi kenyataan di lapangan.
Kolaborasi Lintas Sektor: Menjadi Kunci Keberhasilan
Tidak bisa dipungkiri bahwa transisi energi bersih adalah tugas besar yang tidak dapat diselesaikan sendirian. Kolaborasi lintas sektor menjadi syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan. Pemerintah memiliki peranan penting dalam menciptakan kebijakan yang proaktif, seperti pemberian insentif pajak untuk sistem PLTS rumah tangga yang akan menjangkau kawasan suburban pada 2025, serta subsidi untuk proyek mikrohidro di daerah terpencil.
Namun, kebijakan pemerintah saja tidaklah cukup. Sektor swasta harus berperan lebih aktif dengan melakukan inovasi-inovasi terkini. Sebagai contoh, PLTS modular telah menjadi favorit di kalangan usaha kecil menengah sejak 2024, menunjukkan bahwa inovasi ini dapat diterima oleh pasar. Selain itu, akademisi juga dapat berkontribusi melalui riset terapan, seperti pengembangan turbin angin skala kecil yang ekonomis, untuk memperkuat implementasi teknologi inovatif. Organisasi masyarakat sipil juga memiliki peran penting sebagai penyambung lidah kepada komunitas lokal, terutama di daerah terpencil yang paling membutuhkan informasi tersebut.
Edukasi: Jembatan menuju Adopsi Energi Bersih
Edukasi adalah elemen kunci yang dapat menghubungkan antara potensi teknis dan penerapan nyata di lapangan. Dalam studi IESR 2024, ditemukan bahwa 72% rumah tangga di perkotaan bersedia mengadopsi PLTS atap jika informasi tentang biaya dan proses instalasi disampaikan secara transparan. Di pedesaan, pendekatan langsung lebih efektif. Desa-desa di Kalimantan Barat, misalnya, mulai memanfaatkan biogas dari limbah ternak pada tahun 2024 setelah mendapatkan pelatihan dari LSM lokal. Integrasi materi energi terbarukan dalam kurikulum sekolah, yang mulai diuji coba oleh Kementerian Pendidikan pada 2025, menjadi langkah awal yang menjanjikan untuk membentuk generasi yang melek energi.
Tantangan yang Harus Dijawab
Tantangan besar mengintai perjalanan edukasi energi di Indonesia. Dalam survei nasional 2024, hanya 28% penduduk pedesaan yang menyadari bahwa energi terbarukan dapat mengurangi tagihan listrik mereka. Biaya awal teknologi hijau kerap menjadi hambatan psikologis, walaupun harga panel surya telah mengalami penurunan sebesar 15% sejak 2023 berkat kebijakan impor yang lebih kompetitif. Resistensi budaya pun sering kali menjadi kendala, dengan banyak komunitas pedesaan yang masih mengandalkan kayu bakar, yang sulit digantikan tanpa pendekatan yang peka terhadap tradisi lokal.
Solusi untuk tantangan ini adalah dengan menerapkan edukasi yang adaptif: menggunakan bahasa lokal, melibatkan tokoh masyarakat sebagai agen perubahan, dan menonjolkan manfaat langsung seperti penghematan biaya atau peningkatan kualitas udara.
Manfaat Transisi Energi Bersih
Manfaat transisi energi bersih tentu saja sangat signifikan. Dari segi ekonomi, pengurangan ketergantungan pada impor bahan bakar fosil—yang pada 2024 menghabiskan Rp280 triliun—berpotensi menghemat devisa negara. Di tingkat rumah tangga, pengguna PLTS atap melaporkan mampu menghemat biaya listrik hingga 35% pada 2025, sebagaimana tercatat dalam laporan BPPT.
Dalam konteks lingkungan, transisi ini mendukung komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada 2030, sebagaimana tercantum dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Proyeksi 2025 memperlihatkan potensi pengurangan emisi sebesar 12% dari baseline jika laju saat ini dapat dipertahankan. Dari sisi kesehatan masyarakat, pengurangan polusi udara dari pembakaran fosil dapat menekan secara signifikan jumlah kasus penyakit respiratori, yang pada 2024 mencapai 50.000 kasus di Jawa.
Februari 2025 merupakan momentum yang tepat untuk memulai langkah kolektif menuju transisi energi bersih. Dalam konteks kebijakan fiskal, ini adalah waktu yang ideal untuk menanamkan kesadaran bahwa energi bersih merupakan kebutuhan mendesak bagi bangsa ini.
Menuju Masa Depan Energi Bersih: Tindakan Konkret yang Diperlukan
Transisi energi bersih di Indonesia adalah langkah penting yang tidak bisa ditunda lagi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci untuk mencapai target ambisius dalam Rencana Umum Energi Nasional. Langkah konkret pun harus segera diambil. Pemerintah dan masyarakat perlu memperkuat program edukasi dengan melibatkan tokoh masyarakat dan pemimpin lokal. Sektor swasta harus terus berinovasi dalam menciptakan teknologi yang mudah diakses dan digunakan.
Pemanfaatan media sosial dan platform digital secara maksimal untuk menyebarluaskan informasi tentang manfaat dari energi terbarukan juga harus dioptimalkan. Energi bersih bukan hanya impian, tetapi merupakan tanggung jawab kita bersama. Mulainya dari lingkup terkecil, seperti memasang panel surya di rumah, mengikuti pelatihan energi terbarukan, atau bahkan menyebarkan informasi ini kepada keluarga dan teman terdekat—setiap tindakan kecil berkontribusi bagi masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, kesadaran kolektif tentang pentingnya energi terbarukan akan membawa Indonesia menjadi pionir dalam transisi energi bersih di Asia Tenggara. Ini akan menciptakan masa depan yang lebih adil, efisien, dan ramah lingkungan bagi generasi mendatang. Saatnya bertindak adalah sekarang.