IHSG Anjlok Dampak Kebijakan Tarif Impor AS, Sri Mulyani: Investor Merespons Negatif Perang Dagang

Selasa, 08 April 2025 | 08:20:13 WIB
IHSG Anjlok Dampak Kebijakan Tarif Impor AS, Sri Mulyani: Investor Merespons Negatif Perang Dagang

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan signifikan pada pembukaan perdagangan awal pekan ini, menyusul respons global terhadap kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa gejolak ini dipicu oleh sentimen negatif investor atas ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan sejumlah negara, khususnya China, Selasa, 8 April 2025.

IHSG terpantau mengalami koreksi tajam hingga menyentuh angka penurunan 7,7% pada sesi perdagangan kedua, Selasa, 8 April 2025. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap eskalasi perang dagang yang berpotensi menimbulkan dampak sistemik terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.

“Investor portfolio merespons negatif kebijakan China. Kita semuanya hari ini adalah hari pertama pembukaan bursa, dan kita sudah melihat Indonesia tadi sesi yang kedua di bawah, 8%, 7,7%,” ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Kebijakan Resiprokal AS dan Respons China Timbulkan Kekhawatiran Global

Pemicunya adalah kebijakan resiprokal tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump terhadap beberapa negara mitra dagang, termasuk China. Kebijakan ini memicu ketegangan baru dalam hubungan perdagangan internasional dan memicu respons keras dari Beijing.

Alih-alih meredakan ketegangan, sikap China yang memilih mengambil langkah perlawanan terhadap kebijakan AS justru memperparah sentimen pasar. Langkah ini dianggap sebagai indikasi bahwa konflik dagang antara dua raksasa ekonomi dunia akan terus bereskalasi.

"Kalau kita lihat banyak negara yang indeks harga sahamnya pada tanggal 8 April dibanding 2 April, banyak yang koreksinya sangat dalam, hingga 14%, bahkan tadi yang Pak Menko (Menko Perekonomian Airlangga Hartarto) menyampaikan beberapa bisa mencapai di atas 25%," lanjut Sri Mulyani.

Bank Indonesia Siapkan Langkah Antisipatif

Untuk merespons gejolak ini, Bank Indonesia disebut telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi guna menstabilkan pasar keuangan nasional. Sri Mulyani menyebutkan bahwa tekanan di sektor keuangan bukanlah hal yang baru dan menjadi dinamika yang harus dihadapi dengan kesiapan penuh.

"Tekanan di pasar keuangan yang tinggi terakhir ini sebetulnya bukan hal yang baru. US Treasury, baik yang 2 tahun maupun 10 tahun, agak melemah karena dia dianggap safe haven, tapi dolar indeksnya juga melemah," paparnya.

Sri Mulyani juga menegaskan bahwa kondisi saat ini masih berada dalam batas yang bisa dikelola, terutama jika dibandingkan dengan krisis besar sebelumnya seperti pandemi COVID-19. Meskipun demikian, ia mengingatkan agar seluruh pemangku kebijakan tetap waspada dan tidak lengah.

"Tapi kalau kita bandingkan pada saat COVID, kenaikannya sebetulnya masih relatively manageable. Tapi ini menggambarkan suasananya, alarmnya mulai berbunyi. Jadi kita harus juga tetap hati-hati, tanpa panik," tegas Sri Mulyani.

Pasar Keuangan dan Nilai Tukar Ikut Terdampak

Kondisi ini juga turut memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Meskipun belum mencapai titik kritis, volatilitas yang terjadi dalam pasar keuangan domestik menjadi indikator penting bagi para pelaku pasar dan pembuat kebijakan.

Langkah-langkah stabilisasi seperti intervensi di pasar valuta asing, penyesuaian suku bunga, hingga penguatan koordinasi antara otoritas fiskal dan moneter diperkirakan akan kembali menjadi instrumen utama pemerintah dalam merespons dinamika ini.

Terkini