BEI dan OJK Revisi Batas Trading Halt IHSG: Ini Alasan dan Dampaknya Bagi Investor

Selasa, 08 April 2025 | 13:59:08 WIB
BEI dan OJK Revisi Batas Trading Halt IHSG: Ini Alasan dan Dampaknya Bagi Investor

Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengubah ketentuan batas trading halt atau penghentian sementara perdagangan saham. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap volatilitas pasar modal yang semakin tinggi akibat tekanan global. Revisi ini tertuang dalam Surat Keputusan Direksi BEI Nomor Kep-00002/BEI/04-2025 dan mulai berlaku efektif hari ini, Selasa, 8 April 2025.

Perubahan ini dilakukan menyusul anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 9,16 persen pada sesi perdagangan pagi. Penurunan tajam tersebut memicu mekanisme trading halt selama 30 menit, sesuai ketentuan baru yang diberlakukan BEI.

Batas Trading Halt yang Direvisi

BEI secara resmi memperbarui batasan-batasan trading halt sebagai berikut:

Jika IHSG Turun Lebih dari 8 Persen

Trading halt diberlakukan selama 30 menit.

Sebelumnya, batas penurunan untuk trading halt adalah lebih dari 5 persen.

Jika IHSG Turun Lebih dari 15 Persen

Setelah perdagangan dibuka kembali, dan IHSG kembali turun hingga lebih dari 15 persen, maka trading halt kedua diberlakukan selama 30 menit.

Dalam aturan sebelumnya, batas ini ditetapkan pada penurunan lebih dari 10 persen.

Jika IHSG Turun Lebih dari 20 Persen

Perdagangan akan dihentikan sepenuhnya melalui mekanisme trading suspend.

Sebelumnya, trading suspend diterapkan ketika IHSG anjlok lebih dari 15 persen.

Trading suspend dapat berlaku hingga akhir sesi perdagangan hari itu, atau diperpanjang atas instruksi OJK.

Selain itu, BEI juga menyesuaikan batas auto rejection bawah (ARB). Kini, ARB ditetapkan pada angka 15 persen, yang berarti harga saham dapat turun maksimal 15 persen dalam satu hari perdagangan. Sebelumnya, sistem yang digunakan adalah auto rejection simetris, di mana batas atas dan bawah memiliki persentase yang sama.

Alasan Revisi: Respons terhadap Tekanan Pasar Global

Perubahan ini bukan tanpa alasan. Menurut OJK, kebijakan ini diambil untuk mengantisipasi tekanan ekstrem di pasar modal akibat kondisi ekonomi global yang fluktuatif. Dalam surat resmi OJK Nomor: S-28/D.04/2025 yang diterbitkan pada 7 April 2025, OJK memberikan instruksi langsung kepada BEI untuk menyesuaikan batasan trading halt serta ketentuan auto rejection.

"Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan perintah kepada Bursa Efek Indonesia untuk melakukan penyesuaian batasan trading halt perdagangan di Bursa Efek Indonesia," demikian isi surat OJK tersebut.

Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga stabilitas dan kinerja pasar modal nasional.

Pernyataan Resmi dari BEI

Menanggapi instruksi tersebut, Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi jangka pendek untuk menghadapi tekanan eksternal.

"Ini adalah beberapa strategi yang dilakukan oleh BEI untuk mengantisipasi apa yang terjadi, dengan penerapan tarif di global," ujar Iman dalam konferensi pers di Gedung BEI, Jakarta, pada Selasa, 8 April 2025.

Ia menambahkan, penyesuaian ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia.

"Mudah-mudahan bisa memberikan confidence tambahan kepada para investor di pasar modal," lanjutnya.

Senada dengan Iman, Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, menyebut bahwa perubahan ini dilakukan agar perdagangan saham tetap berjalan dengan teratur dan efisien.

"BEI melakukan upaya ini dalam rangka menjaga perdagangan saham agar senantiasa teratur, wajar, dan efisien sesuai dengan Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas dan diatur lebih lanjut pada Surat Keputusan Direksi BEI nomor Kep-00002/BEI/04-2025," jelas Kautsar.

Dampak terhadap Investor dan Pasar

Revisi aturan trading halt dan batas ARB ini dapat berdampak signifikan terhadap strategi investasi para pelaku pasar. Dengan batas penurunan yang lebih tinggi sebelum perdagangan dihentikan, investor diharapkan memiliki ruang gerak lebih luas dalam mengambil keputusan, meskipun di tengah kondisi pasar yang bergejolak.

Namun, pengamat pasar memperingatkan bahwa kebijakan ini juga mengandung risiko jika tidak disertai dengan pengawasan yang ketat. Perubahan batasan yang lebih longgar bisa membuka ruang bagi koreksi lebih dalam dalam waktu singkat.

Terkini