Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp31,2 triliun, setara dengan 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun terjadi defisit, Sri Mulyani menegaskan bahwa angka tersebut masih berada dalam target yang telah ditetapkan dalam desain APBN 2025.
Sri Mulyani menyampaikan laporan tersebut dalam konferensi pers APBN KiTA yang digelar di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Maret 2025. Dalam laporannya, ia menegaskan bahwa defisit yang tercatat pada akhir Februari 2025 masih sesuai dengan target defisit sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB yang direncanakan dalam APBN 2025, Kamis, 13 Maret 2025.
"Defisit APBN pada akhir Februari 2025 tercatat sebesar Rp31,2 triliun, atau sekitar 0,13% dari PDB," ujar Sri Mulyani. Ia juga menambahkan bahwa meskipun ada defisit di awal tahun, angka tersebut masih dalam batas yang dirancang dalam anggaran tahunan negara.
Pendapatan Negara dan Belanja Negara
Dalam laporannya, Sri Mulyani menjelaskan lebih rinci terkait pendapatan negara yang tercatat sebesar Rp316,9 triliun hingga Februari 2025. Angka ini setara dengan 10,5% dari target pendapatan negara dalam APBN 2025. Pendapatan tersebut bersumber dari berbagai sektor, seperti pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Pendapatan negara sampai akhir Februari tercatat Rp316,9 triliun, yang berasal dari pajak, bea cukai, dan PNBP," ungkap Sri Mulyani. Menurutnya, meskipun defisit tercatat, pendapatan negara di awal tahun ini masih menunjukkan hasil yang positif dan berada di jalur yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Sementara itu, belanja negara untuk periode yang sama tercatat mencapai Rp348,1 triliun, atau sekitar 9,6% dari total belanja negara yang dianggarkan dalam APBN 2025. Belanja negara ini terdiri dari beberapa komponen utama, yakni belanja pemerintah pusat yang meliputi belanja kementerian dan lembaga (K/L), belanja non-K/L, serta transfer ke daerah.
"Belanja negara di Februari 2025 tercatat sebesar Rp348,1 triliun atau sekitar 9,6% dari total belanja yang akan dianggarkan untuk tahun ini," jelas Sri Mulyani.
Keseimbangan Primer Masih Surplus
Meskipun APBN menunjukkan defisit di awal tahun, Sri Mulyani menegaskan bahwa keseimbangan primer masih tercatat surplus sebesar Rp48,1 triliun. Keseimbangan primer merupakan selisih antara penerimaan negara dan belanja negara tanpa memperhitungkan beban pembayaran bunga utang. Surplus pada indikator ini menunjukkan bahwa secara struktural, kondisi fiskal Indonesia masih menunjukkan angka yang positif meski ada defisit anggaran secara keseluruhan.
"Keseimbangan primer masih tercatat surplus Rp48,1 triliun, yang merupakan indikator penting bahwa struktur anggaran kita sehat," tambahnya.
Target APBN 2025 Masih Terkendali
Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa meskipun defisit tercatat lebih tinggi dari yang direncanakan dalam anggaran bulan pertama, hal tersebut masih dalam target yang telah ditetapkan. Ia menjelaskan bahwa angka defisit yang terjadi pada bulan pertama 2025 menunjukkan bahwa pemerintah tetap berusaha menjaga keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan negara. Dalam hal ini, pemerintah juga berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui kebijakan perpajakan dan reformasi struktural.
"Meski terjadi defisit, angka 0,13% dari PDB masih berada dalam target yang telah kami desain, yaitu defisit 2,53% dari PDB sepanjang tahun 2025," ujar Sri Mulyani. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada ketidakseimbangan antara pendapatan dan belanja pada awal tahun, target yang lebih besar masih dapat tercapai sepanjang tahun, seiring dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dan mengelola pengeluaran negara secara efisien.