Jakarta - Pemerintah Indonesia semakin intensif dalam memperkuat ketahanan energi nasional melalui peningkatan kapasitas kilang minyak raksasa. Dalam upaya mempercepat hilirisasi, proyek pembangunan pengolahan minyak atau refinery kini dirancang lebih besar dari rencana awal. Kilang-kilang dengan total kapasitas mencapai 1 juta barel per hari akan dibangun di berbagai wilayah Indonesia, bertujuan untuk memastikan pemerataan dan kemandirian energi di seluruh negeri, Selasa, 11 Maret 2025.
Pada sebuah pertemuan yang diadakan pada Senin, 10 Maret 2025 malam di Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi, mengungkapkan rencana besar ini. “Kita akan bangun kilang minyak kurang lebih sebesar 1 juta barel, dan itu akan kita lakukan di beberapa tempat, baik di Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Maluku-Papua sehingga terjadi pemerataan,” ujar Bahlil.
Peningkatan kapasitas kilang minyak ini, yaitu dari semula 500 ribu barel ke angka ambisius 1 juta barel per hari, merupakan hasil dari rapat terbatas (ratas) mengenai implementasi teknis hilirisasi yang dipimpin oleh Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Negara. Langkah ini dianggap krusial demi menjaga ketahanan energi nasional dan merupakan salah satu wujud dari Asta Cita Kabinet Merah Putih. Selain itu, ini juga merupakan upaya untuk menghentikan ketergantungan Indonesia pada kilang negara lain.
Salah satu alasan utama dari peningkatan kapasitas kilang minyak ini adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan produksi minyak dalam negeri. Saat ini, Indonesia masih mengimpor sekitar 1 juta barel minyak per hari untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. "Karena kita masih impor 1 juta barel per hari," jelas Bahlil, menekankan perlunya memperkuat infrastruktur energi nasional.
Di samping pembangunan kilang, pemerintah juga berencana untuk mengembangkan terminal penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kapasitas yang setara dengan kilang minyak tersebut. Hal ini penting untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan yang mencukupi dalam menghadapi fluktuasi pasar dan pasokan global.
Selain fokus pada minyak bumi, percepatan hilirisasi juga didorong pada subsektor energi lain. Pemerintah berkomitmen untuk mengembangkan Dimethyl Ether (DME) sebagai hasil olahan gas dari batubara, yang menjadi alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG). Sumatera dan Kalimantan dipilih sebagai lokasi ideal untuk pengembangan proyek DME ini, mengingat keduanya kaya akan cadangan batubara.
Di sisi lain, Kementerian ESDM akan terus mendorong hilirisasi mineral mentah, seperti bauksit, nikel, dan timah. “Satu lagi, kita akan membangun solar panel dan pasir kuarsa yang akan kita jadikan bagian dari mineral kritis karena ini menjadi potensi keunggulan komparatif bagi bangsa kita,” terang Bahlil.
Pengembangan kilang, terminal penyimpanan BBM, dan proyek DME ini merupakan bagian dari 26 sektor komoditas prioritas hilirisasi nasional yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo. Sektor-sektor ini mencakup mineral, minyak dan gas, perikanan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Semua inisiatif tersebut tidak hanya bertujuan untuk memperkuat ketahanan energi dan industri nasional, tetapi juga diproyeksikan untuk menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
Dengan langkah agresif ini, pemerataan pembangunan infrastruktur energi diharapkan dapat terkendali, memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Pemerintah optimistis bisa mewujudkan Indonesia yang lebih mandiri dalam hal energi, sekaligus meningkatkan daya saing negara di kancah global.