Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pandangan mendalam terkait prospek dan risiko penerapan teknologi blockchain di industri perbankan Indonesia. Teknologi blockchain yang selama ini dikenal luas dalam perdagangan aset kripto, kini mulai menjadi bagian penting dalam inovasi sektor keuangan digital. Dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK bulanan yang digelar Rabu, 5 Maret 2025, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan pentingnya penerapan teknologi tersebut untuk memfasilitasi sistem keuangan yang lebih terdesentralisasi, Jumat, 7 Maret 2025.
Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa dengan teknologi blockchain, masyarakat dapat mengakses layanan keuangan secara langsung tanpa harus melalui perantara seperti bank atau lembaga keuangan tradisional. "Pemanfaatan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, fleksibilitas, transparansi, dan aksesibilitas terhadap berbagai produk keuangan," ujar Dian.
Namun, Dian juga mengingatkan adanya berbagai risiko yang menyertai sifat desentralisasi dan anonimitas dari teknologi ini. "Sifat decentralized finance yang tanpa batas dan anonim ini juga menghadirkan risiko-risiko seperti pencucian uang, pembiayaan teroris, polaritas pasar, dan isu mengenai perlindungan konsumen," ungkapnya. Pernyataan ini turut memperkuat komitmen OJK untuk memastikan keamanan serta proteksi konsumen dalam setiap langkah penggunaan teknologi baru ini.
Berbagai negara di kancah internasional terus berdiskusi mengenai manfaat dan potensi dampak negatif yang mungkin timbul dari blockchain. Diskusi ini menjadi acuan penting bagi OJK dalam mengkaji dan merumuskan kebijakan adopsi teknologi ini di sistem perbankan Indonesia. Dian menambahkan, "OJK tentu saja menyadari pentingnya meningkatkan literasi masyarakat terkait teknologi blockchain ini, agar nanti pada waktunya masyarakat pengguna perbankan itu sudah siap untuk memanfaatkan kemajuan teknologi ini."
Sebagai bagian dari inovasi teknologi, blockchain telah menjadi fokus pengembangan di sektor perbankan global. Bahkan, OJK telah mengeluarkan berbagai panduan guna mendukung percepatan transformasi digital perbankan, yang mencakup implementasi teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI). "Ke depan juga akan diterbitkan [aturan mengenai] teknologi artificial intelligence yang saat ini masih dalam perumusan, dan ini juga kita sesuaikan dengan perkembangan pembahasan di berbagai forum internasional," terang Dian.
Penerapan teknologi blockchain tidak hanya menjanjikan perubahan signifikan dalam cara bank beroperasi, tetapi juga menantang struktur dan fungsi bank konvensional saat ini. Dengan meningkatnya minat dan adopsi teknologi ini, OJK terus memperkuat sinergi dengan berbagai pihak untuk menghadirkan regulasi yang adaptif dan responsif terhadap dinamika perubahan ekonomi digital.
Ke depan, OJK berkomitmen untuk berperan aktif dalam memperkuat ekosistem keuangan digital Indonesia dengan mensinergikan kebijakan lokal dengan standar internasional. Melalui langkah ini, diharapkan Indonesia tidak hanya mampu mengadopsi teknologi blockchain dengan tepat, tetapi juga dapat mengoptimalkan manfaat yang disodorkan oleh revolusi digital ini sambil meminimalisasi risiko yang mungkin timbul.
Ini menuntut strategi komprehensif dari OJK dan lembaga terkait lainnya, mencakup kebijakan perlindungan konsumen yang ketat serta peningkatan literasi keuangan digital masyarakat. Dengan pendekatan holistik, Indonesia siap melangkah ke era baru perbankan digital yang aman dan inovatif, memanfaatkan kekuatan teknologi blockchain secara optimal.