Jakarta — Bursa Efek Indonesia (BEI) kini tengah mempertimbangkan kemungkinan mengizinkan perusahaan melakukan buyback saham tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai upaya untuk menjaga stabilitas pasar modal. Wacana ini muncul di tengah kekhawatiran terkait tekanan yang dialami indeks harga saham gabungan (IHSG) beberapa waktu belakangan, Jumat, 7 Maret 2025.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengungkapkan pihaknya sedang mengkaji wacana tersebut. Meski begitu, Jeffrey belum bisa memberikan kepastian kapan kebijakan relaksasi buyback saham akan diimplementasikan. "Kebijakan tersebut akan dikaji, kita tunggu saja," ujar Jeffrey saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Kamis, 6 Maret 2025. Jeffrey juga menambahkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berperan penting dalam kajian ini. “Kajian akan dilakukan oleh OJK,” tuturnya.
Sementara itu, Bisnis.com telah berupaya mengonfirmasi Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, terkait kepastian pelaksanaan program relaksasi buyback saham tersebut. Namun, hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari OJK mengenai hal tersebut.
Hal ini dipicu oleh keinginan OJK dan BEI untuk memitigasi dampak tekanan pasar yang dialami IHSG beberapa waktu terakhir. Inarno Djajadi menekankan pentingnya wacana ini. "Dari sisi regulator kami menangkap konsen stakeholder pasar modal pada tekanan IHSG belakangan ini," kata Inarno saat konferensi pers di BEI, Jakarta, Senin, 3 Maret 2025. Inarno menyatakan harapannya agar keputusan ini dapat membantu mempertahankan stabilitas dan meningkatkan likuiditas transaksi di pasar efek saat ini.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) sendiri menguat di level 6.617,85 pada penutupan perdagangan Kamis (6/3/2025), menunjukkan penguatan sebesar 1,32% atau 86,45 poin. Sepanjang hari tersebut, IHSG dibuka pada level 6.531,40 dan sempat mencapai tingkat tertingginya di 6.667,89. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa sebanyak 433 saham mengalami peningkatan, 194 saham turun, dan 328 saham lainnya stagnan. Kapitalisasi pasar mencapai angka Rp11.384 triliun.
Saham-saham seperti BREN, PANI, AMMN, dan BBNI terpantau melaju seiring dengan peningkatan IHSG. Investor tampak optimis dalam merespons wacana ini, berharap bahwa langkah relaksasi buyback tanpa RUPS akan menjadi pemicu positif bagi pertumbuhan pasar.
Buyback saham umumnya dilakukan perusahaan untuk membeli kembali saham yang telah beredar di publik, dengan tujuan meningkatkan nilai saham yang tersisa dan memberikan sinyal positif kepada investor tentang kepercayaan perusahaan terhadap kondisi keuangannya. Namun, prosedur ini biasanya membutuhkan persetujuan dari RUPS, forum di mana pemegang saham dapat memberikan suara mengenai keputusan penting perusahaan.
Kondisi pasar yang bergejolak, seperti penurunan signifikan dalam indeks saham, sering kali menimbulkan kekhawatiran bagi investor dan pelaku pasar. Dalam situasi seperti ini, kebijakan yang lebih fleksibel dalam buyback saham dapat dianggap sebagai langkah strategis untuk menjaga kepercayaan investor serta memastikan keberlanjutan stabilitas pasar.
Meskipun begitu, kebijakan buyback tanpa persetujuan RUPS juga memiliki tantangan tersendiri. Kritikus mungkin berpendapat bahwa langkah ini bisa mengurangi transparansi dan akuntabilitas perusahaan kepada pemegang saham, terutama dalam pengambilan keputusan yang berdampak signifikan.
Dengan demikian, baik OJK maupun BEI diharapkan akan mengkaji secara mendalam segala implikasi dari wacana ini sebelum mengambil keputusan final. Dengan mempertimbangkan potensi manfaat dan risiko, diharapkan langkah ini dapat memberikan dampak positif bagi stabilitas dan likuiditas pasar modal Indonesia.
Selanjutnya, BEI dan OJK diharapkan dapat segera memberikan kepastian terkait hasil kajian ini kepada publik. Pemangku kepentingan pasar modal dan investor tentu menanti hasil kebijakan ini dengan harapan dapat menjaga serta meningkatkan kinerja pasar modal di tengah dinamika ekonomi yang terus berkembang.