Jakarta - Bank Indonesia (BI) dan Reserve Bank of Australia (RBA) resmi memperbaharui perjanjian swap bilateral dalam mata uang lokal, dikenal sebagai Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA), guna memperkuat stabilitas keuangan dan mendorong perdagangan serta investasi antara kedua negara. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan Gubernur RBA, Michele Bullock, dan mulai berlaku efektif sejak 4 Maret 2025 untuk jangka waktu lima tahun ke depan. Langkah ini menandai kelanjutan dari kerja sama yang telah berjalan sejak Desember 2015.
Dengan pembaruan perjanjian ini, kedua negara sepakat untuk menukar mata uang lokal mereka hingga sebesar AUD10 miliar, yang setara dengan USD6,2 miliar dalam nilai Rupiah. "Kerja sama ini memungkinkan pertukaran mata uang lokal masing-masing negara hingga senilai AUD10 miliar (ekuivalen USD6,2 miliar) dengan nilai Rupiah yang setara," ujar Perry Warjiyo saat menandatangani perjanjian tersebut, Selasa, 4 Maret 2025.
Penguatan kerja sama ini menegaskan komitmen kedua bank sentral dalam memajukan perdagangan bilateral dan investasi. Perry Warjiyo menekankan bahwa pembaruan perjanjian ini turut memperkuat tekad BI dan RBA untuk mendorong pembangunan ekonomi baik di Indonesia maupun di Australia. "Menurut Perry, pembaruan perjanjian ini turut menegaskan komitmen BI dan RBA untuk lebih mendorong perdagangan bilateral dan investasi bagi pembangunan ekonomi Indonesia dan Australia, serta berkontribusi pada stabilitas keuangan kedua negara," jelasnya.
Perjanjian ini tidak hanya menonjolkan sinergi untuk memperkuat hubungan ekonomi kedua negara tetapi juga menambah jaminan terhadap stabilitas keuangan. Dalam konteks global yang tidak menentu, ketahanan ekonomi lokal menjadi semakin penting. "Langkah tersebut juga merepresentasikan peran penting kerja sama internasional sebagai bagian dari bauran kebijakan BI dalam mendukung Asta Cita, khususnya menjaga ketahanan sektor eksternal," tambah Perry Warjiyo.
Kemitraan antara BI dan RBA ini mencerminkan kepercayaan dan saling menghormati yang telah terbangun selama satu dekade terakhir. Kedua negara melihat perjanjian ini tidak hanya dari perspektif ekonomi tetapi juga politik sebagai cara untuk mempererat hubungan diplomatik melalui keuangan dan investasi. Dampak dari BCSA ini akan menjadi faktor penting dalam menghadapi tantangan ekonomi yang ada, termasuk ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global dan perubahan dinamis di pasar keuangan.
Gubernur RBA, Michele Bullock, juga menyoroti pentingnya pembaruan perjanjian ini. “BCSA adalah langkah konkret yang menunjukkan komitmen kami untuk mendukung hubungan perdagangan dan investasi antara Australia dan Indonesia. Ini adalah contoh bagaimana kerja sama kebijakan dapat memberikan manfaat nyata bagi perekonomian kedua negara,” ungkap Michele.
Bagi Indonesia, perjanjian ini menawarkan lebih dari sekadar angka pertukaran mata uang. Ini adalah bagian dari langkah strategis untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan adanya fasilitasi perdagangan dan investasi yang lebih baik, kedua negara berharap dapat menghadapi tantangan global dengan lebih optimis, serta menciptakan peluang usaha baru bagi pelaku bisnis di kedua belah pihak.
Sementara itu, bagi Australia, perjanjian ini berfungsi sebagai sarana untuk memperdalam keterlibatan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, yang secara strategis penting bagi pertumbuhan ekonomi Australia. Kerja sama ini juga memvalidasi pentingnya hubungan Australia dan Indonesia untuk menghadapi tantangan ekonomi masa depan secara bersama-sama.
Pembaruan perjanjian ini datang pada saat yang kritis, dimana ketidakpastian pasar global terus berlanjut. Komitmen bersama antara BI dan RBA untuk memperbarui BCSA adalah langkah signifikan dalam menjawab tantangan tersebut, sambil membuka peluang baru yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas finansial di tengah perubahan kondisi global.