JAKARTA - Pemberian gadget kepada anak sejak usia dini, terutama saat makan, menjadi masalah umum yang sering kali dihadapi banyak orang tua. Kebiasaan ini, meski bertujuan untuk membuat anak tetap tenang dan mau menghabiskan makanannya, ternyata dapat berdampak negatif pada tumbuh kembang anak. Menurut dr. Dimple Nagrani, Sp.A, BMedSc, seorang dokter spesialis anak, kebiasaan ini harus diubah demi kesehatan dan perkembangan optimal anak.
Pada acara press conference bertajuk "SUN Ajak Ibu Lawan GTM dengan Metode GLM (Gerakan Lahap Makan)" yang berlangsung di Jl. TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan pada Selasa, 18 Februari, dr. Dimple menekankan pentingnya menghentikan kebiasaan memberikan gadget saat makan. "Kalau kita sudah terlanjur memberikan gadget, kita tidak sama sekali terlambat untuk mengubahnya. Jadi kita harus mengubah kebiasaan itu dan jauh lebih gampang mengubah kebiasaan itu hari ini dibandingkan besok, jadi hentikan," ujarnya dengan tegas.
Mengubah kebiasaan ini memang bukan hal yang mudah, karena memerlukan konsistensi dan ketegasan dari orang tua. Anak mungkin akan mengalami masa transisi yang sulit, namun dengan pendekatan yang tepat, mereka dapat belajar untuk menikmati waktu makan tanpa distraksi dari gadget.
Salah satu langkah efektif untuk mengatasi ketergantungan anak terhadap gadget saat makan adalah memastikan jadwal makan yang tepat. "Pastikan dia benar-benar puasa. Jadi, kalau sudah puasa, dia enggak perlu gadget dan makannya lahap. Jadi kosongkan perut 2-3 jam lagi," tutur dr. Dimple. Dengan menjaga jeda waktu makan yang memadai, anak akan merasa lebih lapar dan lebih fokus pada makanannya tanpa perlu bantuan hiburan tambahan.
Tidak hanya gadget, televisi juga sebaiknya dihindari sebagai alat untuk menghibur anak saat makan. "Kita enggak mau anak kita terdistraksi supaya selama-selamanya membuat anak kita jadi happy makan," kata dr. Dimple. Kebiasaan makan sambil menonton televisi dapat membuat anak tidak sadar terhadap apa yang mereka konsumsi, yang bisa berujung pada masalah pola makan di masa mendatang.
Selain itu, kebiasaan anak mengemut makanan dalam waktu lama sering kali terjadi akibat kurangnya rasa lapar atau karena tekstur makanan yang tidak sesuai. "Kalau kita terdistraksi, anak enggak pernah sadar lagi makan. Kalau mengemut, nomor satu masalahnya anaknya belum lapar, kedua karena tekstur. Anak sering mengemut kalau makanan alot, kenyal, enggak bisa dikunyah," jelas dr. Dimple. Untuk mengatasi hal ini, penting bagi orang tua untuk memperhatikan tekstur makanan yang diberikan dan memastikan anak benar-benar lapar saat waktu makan tiba.
Pemberian gadget saat makan juga bisa memicu GTM atau Gerakan Tutup Mulut, di mana anak menolak makan dan hanya mau mengonsumsi makanan tertentu seperti snack manis atau biskuit. "GTM ini membuat anak kita makannya jadi sedikit-sedikit dan enggak berkualitas. Jadi kalau anak kita makannya sedikit-sedikit maunya cemilan doang, cokelat, biskuit, meskipun berat badannya tetap bagus, tapi kalau makannya gula doang, tetap masih bisa stunting. Anak tetap membutuhkan protein," ungkap dr. Dimple.
Pola makan yang tidak seimbang dapat menyebabkan anak mengalami kekurangan gizi meskipun berat badan tampak normal. Kekurangan protein dan nutrisi penting lainnya bisa menghambat pertumbuhan anak dan meningkatkan risiko stunting, kondisi di mana pertumbuhan anak terganggu dan tidak sesuai dengan usianya.
Kesadaran akan pentingnya pola makan sehat dan bebas distraksi merupakan langkah awal yang krusial bagi orang tua. Dengan menerapkan metode yang tepat dan penuh kesabaran, orang tua dapat membantu anak mereka tumbuh sehat dan memiliki kebiasaan makan yang baik. Inisiatif dari acara seperti "SUN Ajak Ibu Lawan GTM dengan Metode GLM" merupakan salah satu langkah positif untuk mengedukasi orang tua dalam menciptakan kebiasaan makan yang sehat bagi anak-anak mereka.