Anies Baswedan dan Polemik Seragam Persija untuk PNS

Rabu, 02 Juli 2025 | 13:14:43 WIB
Anies Baswedan dan Polemik Seragam Persija untuk PNS

JAKARTA — Dukungan terhadap klub sepak bola lokal oleh kepala daerah bukanlah hal baru. Namun, ketika Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta mewacanakan agar Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengenakan seragam khusus bertema “Persija Day” setiap kali klub Persija Jakarta bertanding, tanggapan publik pun terbagi.

Wacana ini muncul sehari sebelum menuai kritik. Seragam itu direncanakan akan digunakan selama jam kerja oleh seluruh PNS DKI Jakarta sebagai bentuk dukungan terhadap tim kebanggaan ibu kota. Namun, tidak semua pihak menilai inisiatif ini positif.

Euforia Kemenangan dan Gagasan Simbolik

Gagasan Anies lahir dari euforia besar saat Persija Jakarta menjuarai Liga. Kemenangan itu disambut gegap gempita oleh masyarakat ibu kota. Tak ingin melewatkan momen, Anies menunjukkan dukungan penuh kepada Macan Kemayoran.

Mengambil inspirasi dari sejumlah kepala daerah lain yang sering menunjukkan loyalitas terhadap klub lokal mereka, Anies mencoba membawanya ke level yang berbeda. Ia membayangkan, akan sangat membanggakan jika para aparatur sipil negara ikut menunjukkan semangat yang sama. Karena itu, seragam khusus bertema Persija dinilai bisa jadi simbol keterlibatan seluruh elemen Pemprov DKI dalam mendukung klub lokal.

Namun Anies menegaskan bahwa yang ia maksud bukan sekadar mengenakan kaus Persija ke kantor. Ia ingin agar desain kostum tersebut tetap rapi, sopan, dan bisa digunakan dalam situasi formal seperti rapat atau kegiatan resmi lainnya. "Begini, kalau Persija ada pertandingan baru kami pakai baju Persija, tapi mau disiapkan kostumnya dulu karena desainnya beda (dengan milik Persija). Supaya kalau rapat-rapat juga tidak pakai kaus oblong. Ini enggak seharusnya sudah dibicarakan, enggak tahu bocornya dari mana," ungkap Anies.

Respons Negatif dan Kritik Pedas

Namun, wacana itu langsung menjadi polemik. Sebagian kalangan PNS DKI Jakarta justru merasa keberatan dengan ide tersebut. Bagi mereka, tak semua pegawai memiliki ketertarikan terhadap sepak bola, apalagi terhadap Persija.

Penolakan pun datang dari sejumlah kalangan politik. Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, secara terbuka mempertanyakan prioritas kebijakan Anies yang justru memunculkan ide soal kostum ini di tengah tumpukan pekerjaan rumah Jakarta yang belum selesai. "Banyak PR yang harus dikerjakan Pak Anies, bukan hal-hal seperti itu yang menjadi prioritas Pak Anies, gitu maksud saya. Jadi skala prioritas lah Pak Anies bekerja itu, bukan sekadar temporer seperti itu. Sudah pasti lah itu akan membebani APBD kita,” ujar Gembong.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa dukungan kepada Persija seharusnya bisa disalurkan dalam bentuk lain yang tidak menimbulkan beban anggaran atau polemik. Misalnya, cukup dengan imbauan kepada masyarakat untuk mendukung Persija saat bertanding. “Kenapa tidak kita manfaatkan untuk hal-hal yang lain? Bentuk dukungan kepada Persija kan bisa saja dalam bentuk yang lain, tetapi bukan lebay seperti itu. Ya misalkan gini, ketika Persija bertanding. Pak Anies sebagai Gubernur DKI ketika (Persija) bertanding di Jakarta bisa menganjurkan kepada warga 'Yuk, kita bareng-bareng support, minimal doa kepada tim kebanggaan kita', kan seperti itu," tambah Gembong.

Antara Simbol dan Efektivitas

Kebijakan simbolik sering kali menjadi alat politis yang digunakan kepala daerah untuk memperkuat kedekatan dengan warganya. Anies, yang dikenal piawai dalam membangun narasi politik berbasis simbol dan budaya populer, tampaknya ingin menciptakan identitas kolektif baru di antara birokrat dan warga ibu kota melalui Persija.

Namun, seperti banyak kebijakan simbolik lainnya, efektivitasnya sering kali dipertanyakan. Terlebih jika tidak dikomunikasikan secara matang atau dinilai tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak.

Dalam konteks ini, gagasan seragam Persija Day untuk PNS dinilai sebagai langkah yang terlalu emosional dan kurang mempertimbangkan pluralitas minat di kalangan pegawai negeri. Anies tampaknya mengira seluruh PNS akan menyambut baik langkah tersebut, padahal realitanya tidak demikian.

Akhir dari Wacana

Setelah kritik mengalir deras dari berbagai kalangan, wacana kostum khusus tersebut tampak tidak dilanjutkan secara formal. Tak ada tindak lanjut berupa pengadaan atau pengumuman resmi lanjutan setelah polemik mencuat. Kebijakan itu pun menguap, hanya menjadi catatan sejarah kecil dalam masa jabatan Anies di DKI Jakarta.

Namun, kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai bagaimana simbol bisa menjadi pisau bermata dua dalam dunia birokrasi dan politik. Terlalu fokus pada simbol bisa membuat publik lupa pada esensi pelayanan dan kerja nyata yang seharusnya menjadi prioritas utama seorang kepala daerah.

Wacana seragam Persija untuk PNS oleh Anies Baswedan menjadi bukti bahwa niat baik belum tentu diterima secara universal. Dalam dunia politik, terutama yang berhadapan dengan publik yang plural, penting bagi seorang pemimpin untuk berhati-hati memilih bentuk ekspresi dukungan. Apa yang dianggap sebagai simbol semangat, bisa saja berubah menjadi sorotan tajam jika dinilai tidak tepat sasaran.

Terkini

Program Bulog Jamin Beras Murah Terdistribusi ke Masyarakat

Jumat, 12 September 2025 | 16:04:02 WIB

Infinix Zero Ultra Hadirkan Inovasi Smartphone Kelas Premium

Jumat, 12 September 2025 | 16:03:58 WIB

Redmi 15R Hadirkan Performa Tangguh dan Harga Kompetitif

Jumat, 12 September 2025 | 16:03:57 WIB

OPPO Find X9 Series Hadir Dengan Baterai Besar Tahan Lama

Jumat, 12 September 2025 | 16:03:56 WIB