Pemprov DKI Jakarta Gagas Subsidi Kesehatan Hewan, Bukan Program BPJS Ini Penjelasan Lengkapnya

Selasa, 10 Juni 2025 | 12:30:58 WIB
Pemprov DKI Jakarta Gagas Subsidi Kesehatan Hewan, Bukan Program BPJS Ini Penjelasan Lengkapnya

JAKARTA — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menggulirkan wacana program subsidi kesehatan untuk hewan peliharaan milik warga tidak mampu. Meskipun sempat disebut sebagai BPJS untuk hewan, pemerintah memastikan bahwa program ini bukan bentuk Jaminan Sosial seperti yang berlaku pada manusia. Inisiatif tersebut muncul dari perhatian terhadap tingginya biaya steril dan pengobatan hewan di fasilitas pemerintah seperti Puskeswan Ragunan, Jakarta Selatan.

Wacana ini pertama kali disampaikan oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Hasudungan A. Sidabalok. Ia menjelaskan bahwa gagasan tersebut lahir secara spontan ketika dirinya melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Puskeswan Ragunan dan menemukan ada warga kurang mampu yang kesulitan membayar biaya steril hewan peliharaannya.

"Ide itu spontan muncul ketika pas sidak Puskeswan ada warga yang kurang mampu harus bayar biaya steril yang mahal," ujar Hasudungan.

Program BPJS Hewan: Salah Kaprah Istilah, yang Dimaksud Adalah Subsidi

Hasudungan menegaskan bahwa program yang dimaksud bukanlah BPJS dalam arti sesungguhnya. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah program jaminan sosial nasional yang memiliki sistem iuran, lembaga pelaksana, serta mekanisme pelayanan dan klaim yang kompleks. Sementara yang dirancang Pemprov DKI hanyalah skema bantuan atau subsidi biaya pengobatan hewan bagi warga yang tergolong tidak mampu.

"Bukan BPJS. Hanya subsidi atau potongan harga. Kalau BPJS kan ada iurannya," tegasnya.

Menurutnya, penggunaan istilah "BPJS untuk hewan" yang sempat ramai di masyarakat dan media sosial hanyalah bentuk penyerderhanaan dari niat baik pemerintah daerah dalam menjamin kesejahteraan hewan peliharaan di tengah masyarakat urban.

Latar Belakang Wacana Subsidi Kesehatan Hewan

Dalam kunjungannya ke Puskeswan Ragunan, Hasudungan menemukan bahwa biaya sterilisasi atau pengobatan hewan masih dirasa cukup memberatkan, terutama bagi pemilik hewan dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini mendorong pemerintah untuk mencari cara agar akses layanan kesehatan hewan menjadi lebih terjangkau.

"Karena tidak semua warga Jakarta mampu membawa hewannya berobat ke dokter hewan atau klinik hewan," ujar Hasudungan.

Di kota metropolitan seperti Jakarta, kepemilikan hewan peliharaan bukan hanya tren gaya hidup, tapi juga bagian dari keseimbangan psikologis, terutama bagi warga yang hidup di lingkungan padat. Namun demikian, beban biaya pengobatan bisa menjadi kendala yang membuat hewan tidak mendapatkan perawatan yang layak.

Masih Tahap Wacana: Perlu Kajian Komprehensif

Hasudungan menegaskan bahwa meskipun inisiatif subsidi ini sudah menjadi perbincangan internal di lingkungan Dinas KPKP, namun realisasi program masih membutuhkan kajian mendalam dari berbagai aspek.

"Dan itu masih wacana, perlu kajian komprehensif. Gak semudah itu untuk mengimplementasikannya. Kan semacam kalau BPJS manusia memang sudah ada lembaga khusus yang menangani," imbuhnya.

Menurut dia, perbedaan mendasar antara sistem jaminan sosial untuk manusia dan potensi pemberlakuan subsidi untuk hewan peliharaan terletak pada struktur hukum, regulasi, pembiayaan, dan kemampuan pelaksana teknis. Dinas KPKP pun masih harus berkoordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, hingga Kementerian Pertanian yang membawahi sektor kesehatan hewan secara nasional.

Potensi dan Tantangan Implementasi

Wacana subsidi kesehatan hewan ini, jika terealisasi, bisa menjadi program inovatif yang menyentuh dimensi kesejahteraan hewan secara langsung. Pemerintah bisa saja menggunakan data dari Dinas Sosial untuk menentukan kriteria penerima subsidi, seperti warga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau penerima Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat.

Namun, tantangan terbesar datang dari sisi anggaran dan teknis pelaksanaan. Saat ini, anggaran Dinas KPKP masih terbatas untuk memenuhi seluruh layanan kesehatan hewan secara gratis. Selain itu, data kepemilikan hewan peliharaan belum terintegrasi dengan sistem administrasi kependudukan, sehingga menyulitkan penyaluran subsidi secara tepat sasaran.

Masalah lainnya adalah kapasitas layanan di Puskeswan dan klinik hewan milik pemerintah yang terbatas, baik dari sisi tenaga medis hewan maupun fasilitas peralatan. Jika program subsidi diberlakukan, maka akan terjadi lonjakan permintaan layanan, yang berisiko membebani sistem yang ada saat ini.

Dukungan dari Masyarakat dan Aktivis Kesejahteraan Hewan

Sementara itu, sejumlah organisasi pecinta hewan menyambut baik inisiatif ini. Mereka menilai bahwa bantuan pemerintah terhadap layanan kesehatan hewan adalah langkah maju dalam mendorong tanggung jawab sosial terhadap hewan peliharaan. Beberapa aktivis menyarankan agar subsidi difokuskan pada layanan steril dan vaksinasi dasar, yang terbukti penting dalam mengendalikan populasi dan penyakit menular.

Meskipun masih dalam tahap wacana, program subsidi kesehatan hewan yang diinisiasi oleh Pemprov DKI Jakarta menunjukkan adanya upaya untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat urban yang memiliki hewan peliharaan. Pemerintah berharap, dengan adanya subsidi atau potongan harga, tidak ada lagi pemilik hewan dari kalangan kurang mampu yang harus memilih antara merawat hewannya atau memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.

Hasudungan pun mengimbau agar masyarakat memahami bahwa program ini bukan bentuk BPJS sebagaimana yang berlaku untuk manusia, melainkan upaya keringanan biaya yang bersifat terbatas dan selektif.

"Kita harus realistis. Ini bukan BPJS. Kita hanya ingin memberikan ruang bagi warga tidak mampu agar tetap bisa merawat hewan mereka dengan layak," pungkasnya.

Terkini