Kementerian ESDM Tegaskan Izin Tambang Tak Terpengaruh Perubahan Tata Ruang

Minggu, 08 Juni 2025 | 11:08:56 WIB
Kementerian ESDM Tegaskan Izin Tambang Tak Terpengaruh Perubahan Tata Ruang

JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa izin pertambangan yang telah diterbitkan tetap sah dan berlaku, meskipun terdapat perubahan tata ruang di wilayah terkait. Penegasan ini disampaikan menyusul meningkatnya kekhawatiran publik atas keberlanjutan kegiatan tambang di kawasan pesisir dan pulau kecil, khususnya di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Pernyataan resmi tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, dalam kunjungan kerja mendampingi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Dalam kunjungan tersebut, pemerintah juga menyikapi kekhawatiran masyarakat terkait dampak lingkungan dari aktivitas tambang di wilayah-wilayah yang memiliki ekosistem sensitif.

“Di situ (UU Minerba) dinyatakan bahwa izin yang sudah diberikan itu tidak akan mengalami perubahan tata ruang,” ujar Tri Winarno, merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Undang-undang tersebut mengatur bahwa izin usaha pertambangan yang telah diterbitkan tetap mendapatkan perlindungan hukum, meskipun kemudian terjadi perubahan peruntukan wilayah dalam tata ruang. Hal ini memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha tambang dan menjamin stabilitas investasi di sektor energi dan sumber daya mineral.

Respons terhadap Putusan MK

Penegasan dari Kementerian ESDM ini juga muncul setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023. Dalam putusan tersebut, MK secara tegas melarang aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil, dengan alasan risiko kerusakan lingkungan yang bersifat irreversible.

MK menilai kegiatan pertambangan di kawasan tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dan keadilan lintas generasi. Dalam putusan itu juga ditekankan pentingnya perlindungan ekosistem serta hak masyarakat pesisir yang selama ini bergantung pada kelestarian lingkungan alam.

Menanggapi keputusan MK, Tri Winarno menyatakan bahwa pihaknya tetap terbuka untuk mendiskusikan implementasi aturan yang berlaku, agar tidak menimbulkan ketegangan berkepanjangan antara masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha tambang.

“Kementerian ESDM terbuka untuk mendiskusikan aturan yang berlaku, terutama dalam pelaksanaan teknis di lapangan agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan,” kata Tri.

Status Hukum PT GAG Nikel

Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan dalam polemik ini adalah PT GAG Nikel, anak usaha dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Aneka Tambang (Antam). Perusahaan ini diketahui merupakan satu-satunya entitas tambang yang saat ini masih aktif beroperasi di Pulau Gag.

Menurut data dari aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI), PT GAG Nikel mengantongi izin melalui kontrak karya bernomor 430.K/30/DJB/2017 yang mencakup lahan seluas 13.136 hektare. Izin tersebut diterbitkan pada tahun 2017 dan kegiatan produksi resmi dimulai pada tahun 2018 setelah perusahaan memperoleh dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Tri Winarno menjelaskan bahwa PT GAG Nikel juga merupakan bagian dari 13 perusahaan tambang yang mendapatkan pengecualian untuk beroperasi di kawasan hutan lindung berdasarkan regulasi kehutanan.

“Kontrak karya itu termasuk dalam 13 KK (kontrak karya) yang mendapat pengecualian dari larangan beroperasi di hutan lindung,” jelas Tri.

Pemerintah Hentikan Sementara Operasi

Meski demikian, demi menanggapi berbagai keluhan masyarakat dan untuk mengkaji kembali prosedur operasional yang dijalankan oleh perusahaan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas operasional PT GAG Nikel di Pulau Gag.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan tambang berjalan sesuai dengan ketentuan hukum dan standar perlindungan lingkungan yang berlaku.

“Kami sudah menghentikan sementara seluruh operasi PT GAG Nikel dan mengirimkan tim inspeksi untuk mengevaluasi aspek perizinan dan teknis operasional,” ujar Menteri Bahlil dalam keterangan tertulisnya.

Tim dari Kementerian ESDM saat ini tengah melakukan evaluasi menyeluruh di lapangan, termasuk pemeriksaan dokumen legal, pelaksanaan AMDAL, serta dampak aktivitas tambang terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.

Polemik Tambang di Pesisir dan Pulau Kecil

Kasus PT GAG Nikel mencerminkan dilema besar dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, khususnya ketika terjadi konflik antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Pulau Gag, yang merupakan bagian dari wilayah konservasi Raja Ampat, dikenal memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi.

Berbagai organisasi lingkungan dan kelompok masyarakat adat telah menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap keberadaan tambang nikel di pulau tersebut. Mereka menilai aktivitas tambang berisiko tinggi menimbulkan pencemaran, perubahan bentang alam, hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal yang bergantung pada sektor perikanan dan pariwisata.

Namun di sisi lain, nikel menjadi salah satu komoditas strategis bagi Indonesia, terutama dalam mendukung hilirisasi industri baterai kendaraan listrik. Pemerintah terus berupaya menyeimbangkan antara pemanfaatan sumber daya dan komitmen terhadap lingkungan berkelanjutan.

Jaminan Kepastian Investasi

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025, Kementerian ESDM memberikan jaminan hukum kepada investor bahwa izin pertambangan tidak akan dibatalkan secara sepihak hanya karena perubahan tata ruang. Namun demikian, pemerintah juga menunjukkan komitmen untuk melakukan evaluasi ketat terhadap pelaksanaan izin di lapangan.

“Kami tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan dalam setiap kegiatan pertambangan. Hukum harus ditegakkan, namun kepastian berusaha juga penting,” ujar Tri Winarno.

Kementerian ESDM juga menegaskan bahwa ke depan akan terus mengedepankan dialog dengan berbagai pihak, termasuk lembaga yudikatif, kementerian/lembaga terkait, masyarakat lokal, hingga organisasi lingkungan hidup. Pendekatan kolaboratif dinilai penting untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan dalam tata kelola pertambangan nasional.

Isu tambang di Pulau Gag menyoroti pentingnya keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan pembangunan ekonomi nasional. Meskipun izin tambang dinyatakan tetap berlaku sesuai ketentuan hukum, evaluasi terus-menerus dan keterlibatan semua pemangku kepentingan tetap menjadi kunci agar sektor pertambangan Indonesia tidak hanya berdaya saing, tetapi juga berkelanjutan. Dalam konteks ini, peran aktif Kementerian ESDM menjadi krusial sebagai pengatur dan pengawas utama sektor energi dan sumber daya mineral di tanah air.

Terkini