JAKARTA — Kualitas udara di wilayah Jakarta kembali menjadi sorotan utama. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan bahwa pencemaran udara yang semakin memburuk di ibu kota dipicu oleh dua sumber utama, yaitu emisi dari kendaraan bermotor berbahan bakar minyak serta asap dari tungku pembakaran di kawasan industri Jabodetabek.
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, dalam pernyataan resminya. Ia menegaskan bahwa dua sektor tersebut secara signifikan menyumbang terhadap penurunan kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya.
"Kualitas udara Jakarta salah satunya dipengaruhi oleh kendaraan bermotor dan tungku pembakaran pabrik-pabrik di Jabodetabek. Khusus untuk industri ini kontribusinya cukup besar," ujar Hanif.
Emisi Kendaraan Menyumbang 35 Persen Polusi Udara
Dari data yang disampaikan, emisi gas buang dari kendaraan bermotor berbahan bakar minyak disebut menjadi penyumbang terbesar pencemaran udara, yakni mencapai 35 persen. Tingginya mobilitas kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat, serta masih rendahnya penggunaan kendaraan berbasis listrik, menjadi faktor utama tingginya tingkat polusi dari sektor transportasi.
Pertumbuhan kendaraan di kawasan perkotaan seperti Jakarta tidak sebanding dengan penguatan sistem transportasi publik ramah lingkungan. Situasi ini diperparah oleh kemacetan yang membuat kendaraan menghabiskan lebih banyak waktu di jalan dan menghasilkan emisi dalam jumlah besar.
Asap Cerobong Pabrik Menyumbang Hingga 20 Persen
Sementara itu, kontribusi dari sektor industri, terutama melalui tungku pembakaran, diperkirakan menyumbang antara 17 hingga 20 persen terhadap pencemaran udara di Jakarta. Menurut Hanif, angka tersebut berasal dari aktivitas pembakaran di 48 kawasan industri yang tersebar di wilayah Jabodetabek.
Setidaknya terdapat lebih dari 1.000 cerobong asap yang beroperasi secara aktif di kawasan industri tersebut. Cerobong-cerobong ini, yang sebagian besar belum menerapkan teknologi ramah lingkungan atau sistem penyaring emisi yang memadai, menjadi sumber emisi partikulat dan gas buang berbahaya yang mengancam kesehatan masyarakat.
"Khusus untuk tungku pembakaran pabrik, kami menilai kontribusinya terhadap kualitas udara Jakarta cukup tinggi, apalagi jika dilihat dari jumlah cerobong yang aktif di kawasan industri," jelas Hanif.
KLHK Akan Lakukan Pembinaan dan Penegakan Hukum
Menanggapi situasi yang kian mendesak ini, KLHK menyiapkan serangkaian langkah tegas untuk menanggulangi masalah polusi udara, terutama dari sektor industri. Salah satu langkah utama adalah melakukan pembinaan intensif secara maraton terhadap seluruh kawasan industri di Jabodetabek.
"Kita akan datangi satu per satu kawasan industri yang ada. Serta memberlakukan sanksi bagi perusahaan atau kawasan yang bersifat merusak," tegas Menteri Hanif.
Langkah ini tidak hanya berupa sosialisasi, tetapi juga mencakup pemeriksaan langsung terhadap operasional industri, termasuk pengawasan terhadap penggunaan teknologi ramah lingkungan, kepatuhan terhadap baku mutu emisi, dan sistem pengendalian pencemaran udara.
Jika ditemukan pelanggaran berat atau indikasi kelalaian yang menyebabkan pencemaran udara dalam skala besar, Menteri Hanif menyatakan tidak akan segan-segan untuk menerapkan penegakan hukum. Sanksi tersebut bisa berupa teguran administratif, pembekuan izin lingkungan, hingga penutupan sementara atau permanen terhadap operasional perusahaan.
Kolaborasi dengan Pemda dan Institusi Terkait
KLHK juga menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda), Dinas Lingkungan Hidup, dan institusi lainnya untuk mempercepat upaya perbaikan kualitas udara Jakarta. Pemeriksaan bersama, audit lingkungan, hingga peningkatan standar teknologi industri akan menjadi bagian dari kerja sama lintas sektor tersebut.
“Masalah udara ini lintas wilayah, lintas sektor. Jadi kita akan bangun sinergi dengan Pemda, aparat penegak hukum, dan pengelola kawasan industri untuk memastikan semua pihak menjalankan perannya,” ujar Hanif.
Ancaman Serius bagi Kesehatan Warga
Dampak dari pencemaran udara Jakarta bukanlah isapan jempol. Berdasarkan data dari sejumlah studi kesehatan, kualitas udara buruk di ibu kota telah dikaitkan dengan peningkatan kasus penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, pneumonia, hingga kanker paru-paru. Kelompok yang paling rentan terdampak adalah anak-anak, lansia, serta individu dengan penyakit penyerta.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah beberapa kali menyampaikan bahwa kualitas udara yang buruk dapat menurunkan harapan hidup dan memicu beban ekonomi yang besar akibat tingginya biaya pengobatan serta kehilangan produktivitas.
Dorongan Menuju Transisi Energi dan Transportasi Hijau
Situasi darurat kualitas udara Jakarta semakin memperkuat urgensi pemerintah untuk mempercepat transisi energi, termasuk mendorong penggunaan energi terbarukan dan kendaraan listrik. KLHK menyebut bahwa sektor transportasi menjadi prioritas utama untuk dilakukan peralihan menuju kendaraan ramah lingkungan, baik dengan insentif pembelian maupun pengembangan infrastruktur pendukung.
Tak hanya itu, KLHK juga akan mendorong sektor industri untuk menerapkan prinsip produksi bersih dengan teknologi rendah emisi, penggunaan bahan bakar alternatif, serta pemasangan sistem monitoring emisi secara real-time yang terkoneksi langsung dengan instansi pengawasan.
Langkah-langkah yang diambil KLHK menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi krisis kualitas udara di Jakarta. Dengan kontribusi pencemaran terbesar berasal dari kendaraan bermotor dan industri, intervensi langsung di dua sektor ini diharapkan dapat menjadi titik balik untuk memperbaiki kondisi udara yang kini sudah di ambang batas.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, “Kami tidak bisa menoleransi lagi praktik-praktik industri yang merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan publik. Tindakan tegas harus diambil untuk memastikan masa depan yang lebih bersih dan sehat untuk masyarakat Jakarta.”
Langkah konkret dari pemerintah pusat melalui KLHK, jika dijalankan secara konsisten dan transparan, dapat menjadi harapan baru dalam perjuangan panjang memperbaiki kualitas udara Jakarta—menuju kota yang lebih layak huni dan berkelanjutan.