Permukiman di Pademangan Terendam Banjir Selama Dua Bulan, Warga Duga Akibat Proyek Tol Harbour Road II

Selasa, 06 Mei 2025 | 12:24:40 WIB
Permukiman di Pademangan Terendam Banjir Selama Dua Bulan, Warga Duga Akibat Proyek Tol Harbour Road II

JAKARTA — Dua wilayah rukun tetangga di Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, yakni RT 01 dan RT 02 di RW 11, Kelurahan Pademangan Barat, mengalami banjir berkepanjangan selama dua bulan terakhir. Warga menduga banjir disebabkan oleh puing-puing proyek pembangunan Jalan Tol Harbour Road II yang menyumbat saluran drainase lingkungan.

Kondisi ini telah menimbulkan keresahan di kalangan warga. Menurut keterangan salah satu warga RT 01, Yeti S, banjir yang melanda permukiman mereka memiliki ketinggian yang bervariasi dan terjadi terus-menerus sejak proyek pembangunan jalan tol dimulai.

“Ada dua RT yakni RT 01 dan RT 02 yang terdampak banjir. Saluran air tersumbat dan membuat banjir,” ujar Yeti.

Menurut Yeti, puing-puing proyek tol yang dikerjakan di Jalan RE Martadinata diduga menjadi penyebab utama tersumbatnya saluran air. Akibatnya, aliran air limbah dan hujan tidak dapat mengalir dengan lancar, dan menyebabkan genangan air bertahan selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu di permukiman warga.

Protes Warga Tak Direspons

Kondisi banjir yang tak kunjung surut membuat warga frustrasi. Mereka mengaku telah mengadukan persoalan ini kepada pihak pengelola proyek tol, namun hingga kini belum mendapatkan solusi konkret.

“Tidak ada tanggapan, cuma janji-janji aja,” kata Yeti menambahkan.

Situasi tersebut diperparah dengan minimnya tindak lanjut dari pihak pelaksana proyek, yang dianggap tidak bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan. Beberapa warga bahkan mulai kehilangan kesabaran dan mempertimbangkan untuk menempuh langkah hukum atau aksi yang lebih besar.

Sudah Satu Tahun Banjir Kerap Terjadi

Warga lain, Miftah, juga menyatakan bahwa banjir di wilayahnya mulai menjadi hal rutin sejak proyek tol dimulai setahun lalu. Ia menuturkan bahwa Suku Dinas Sumber Daya Air (Sudin SDA) Jakarta Utara sudah beberapa kali melakukan penyedotan air dari lokasi terdampak. Namun, banjir tetap kembali datang karena saluran pembuangan utama diduga masih tersumbat oleh material proyek.

“Sudah satu tahun, kita menyedot, airnya ada lagi,” ungkap Miftah.

Ia menekankan bahwa tanpa adanya perbaikan struktural pada sistem drainase, semua upaya yang dilakukan pemerintah hanya bersifat sementara. Warga berharap pengelola proyek tol bertanggung jawab penuh terhadap gangguan yang mereka alami.

Aksi Protes Warga: Jalan RE Martadinata Sempat Ditutup

Kemarahan warga akhirnya memuncak pada Senin, ketika sekelompok warga melakukan aksi unjuk rasa dengan menutup Jalan RE Martadinata. Aksi ini menyebabkan kemacetan parah di ruas jalan strategis yang menghubungkan kawasan Ancol dengan Pluit, Jakarta Utara. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk desakan agar pengelola proyek segera mengambil tindakan nyata.

Aksi itu juga menunjukkan betapa mendalam rasa frustrasi warga yang merasa diabaikan. Mereka menegaskan bahwa banjir bukan hanya persoalan ketidaknyamanan, melainkan sudah berdampak pada kesehatan, keselamatan anak-anak, dan kerusakan properti warga.

Tuntutan Warga: Segera Bersihkan Drainase dan Evaluasi Proyek

Warga kini mendesak agar pemerintah daerah dan pengelola proyek segera membersihkan drainase dari puing-puing proyek yang menyumbat. Mereka juga meminta adanya audit lingkungan terhadap proyek pembangunan tol untuk memastikan tidak ada dampak negatif yang merugikan warga sekitar.

Pemerintah Kota Jakarta Utara bersama dengan dinas teknis terkait, seperti Sudin SDA dan Dinas Bina Marga, diharapkan segera turun tangan menangani persoalan ini secara serius dan berkelanjutan. Pendekatan kolaboratif antara pemerintah daerah, warga, dan pengelola proyek menjadi kunci agar solusi dapat ditemukan tanpa menimbulkan konflik berkepanjangan.

Jika tidak ada langkah nyata dalam waktu dekat, warga mengancam akan kembali melakukan aksi lanjutan dan membuka jalur pengaduan ke lembaga legislatif serta organisasi bantuan hukum.

Kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa pembangunan infrastruktur, sebesar dan sepenting apapun, harus dilakukan dengan memperhatikan dampak sosial dan lingkungan di sekitarnya. Ketika aspirasi masyarakat diabaikan, maka dampaknya bukan hanya pada ketidaknyamanan, tetapi juga potensi konflik sosial yang lebih luas.

Terkini